Thursday 30 May 2013

Pemberlakuan STCW-F 1995 vs STCW 1978



 












Pendahuluan

Seperti pada tulisan saya yang terdahulu tentang STCW-F 1995, bahwa konvensi ini telah diberlakukan sejak tanggal 29 September 2012 yang lalu. Dan sampai saat ini saya belum mendengar lagi sampai dimana langkah Pemerintah Indonesia dalam menyikapi pemberlakuan STCW-F 1995 ini. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia belum meratifikasi STCW-F 1995 walaupun banyak pelaut bangsa Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan bendera asing.

Usulan Yunani pada sidang STW 44

Lepas dari itu semua, saya tertarik sekali dengan intervensi yang disampaikan oleh delegasi dari Yunani (Greece), yang saya dengar dari rekaman sidang IMO STW 44 (Sub Komite Standard of Training and Watchkeeping) yang baru berakhir pada tanggal 3 Mei yang lalu (walaupun gagal mengikuti siding STW 44 karena masalah visa, saya masih dapat mengikuti sidang dengan mendengarkan hasil rekaman di website IMO). (kata ‘intervensi’ adalah istilah yang digunakan untuk usulan2 lisan yang disampaikan pada sidang-sidang IMO)
Sebelum Ketua sidang STW 44 meneruskan membahas agenda item 4, delegasi Yunani menyampaikan usulan yang intinya adalah meminta agar sidang memikirkan tentang perlunya amandemen STCW 1995.
Delegasi Yunani menyampaikan bahwa STCW-F 1995 diadopsi pada tahun 1995 dan baru diberlakukan tahun 2012. Selama 17 tahun, STCW-F tidak pernah diamandemen. Diragukan apakah isi dari STCW-F dapat mencerminkan keinginan organisasi pada saat ini dan yang akan dating. Tentunya apa yang dituangkan di STCW-F pada saat itu (1995) sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini dan yang akan datang.
Sementara itu, STCW 1978 sejak diberlakukannya pada tahun 1984 telah beberapa kali diubah, termasuk perobahan besar yang dilakukan pada tahun 1995 dan yang terakhir tahun 2010.
Mengingat kedua konvensi tersebut (STCW 1978 dan STCW-F 1995) akan menjadi bahan acuan dalam pelaksanaan Port State Control (inspeksi terhadap kapal-kapal berbendera asing), tentunya persyaratan yang harus dipenuhi untuk sertifikasi berdasarkan kedua konvensi tersebut tidak boleh saling tumpang-tindih, dan tentunya harus saling memperkuat satu dengan yang lainnya.
Menurut saya, usulan Yunani tersebut sangat relevan. Lebih dari itu, sangat menguntungkan pemerintah Indonesia karena kita belum meratifikasi STCW-F 1995. Dalam menanggapi usulan Yunani tersebut kelihatannya tidak ada intervensi dari delegasi lain yang hadir, sehingga Ketua sidang mengatakan bahwa hal itu akan ditambahkan pada agenda sidang STW 45 yang akan datang (2014). Walaupun demikian, saya agak kecewa dengan delegasi Indonesia yang hadir pada saat itu. Menurut saya, harusnya delegasi Indonesia (DELRI) dapat menyampaikan dukungan terhadap intervensi Yunani tersebut.

DELRI di sidang STW 44

Lebih dari itu, saya mendengar semua diskusi di ruang plenary pada sidang STW 44 tersebut, dan tidak menemukan bahwa DELRI menyampaikan intervensi sekalipun, mulai hari pertama sampai hari terakhir sidang. Apakah DELRI tidak menyampaikan intervensi sama sekali?
Seingat saya, DELRI telah menyiapkan bahan sidang STW 44 jauh hari sebelum sidang dimulai. Saya sendiri ikut dalam mempersiapkan bahan sidang tersebut. Kami dari Badan Pengembangan SDM Perhubungan banyak memberikan masukan kepada Ditjenhubla dalam mempersiapkan bahan DELRI untuk intervensi di sidang tersebut. Ada beberapa hal penting yang seharusnya disampaikan dalam sidang terutama tentang:
1.      Pengembangan IMO Model Course (agenda 3)
2.      Diklat untuk mereka yang bekerja di kapal ‘Tug-Barge’ (usulan Malaysia dan Korea Selatan)
3.      Upaya PEMRI dalam memerangi pemalsuan sertifikat (agenda 4). Dan masih ada yang lainnya.
Kemanakah para anggota DELRI? Tidak adakah mereka yang duduk di ruang Plenary? Perlu diketahui, bahwa diskusi di ruang Plenary adalah sangat penting, baik secara politis maupun secara teknis. Secara teknis, menunjukkan bahwa DELRI yang hadir adalah orang-orang yang kompeten untuk mengikuti sidang tersebut. Secara politis, aktivitas DELRI dalam diskusi akan menaikkan dukungan Negara lain pada saat pemilihan anggota Dewan yang nanti akan dilaksanakan pada sidang Assembly bulan November/Desember 2013 yang akan datang.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dapat membuka wawasan mereka yang berkompeten untuk ikut membawa nama Indonesia di kancah internasional.
Sidang STW 42 2011

5 comments:

  1. Tim DELRI juga beranggotakan dari BPSDM / PPSDML & ATHUB RI yang mana dalam pembahasan materi kami pada WG's DELRI memberikan masukan.
    By the way thank you for the suggestion to this matter.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yth sdr 'Anonymous', terima kasih banyak komentarnya. Terima kasih informasinya.Tentunya kita semua ikut bangga kalau di WG Delri ikut memberikan masukan. Tapi 'posisi' DELRI di sidang plenary sangat diperlukan, karena itu menjadi patokan negara lain dalam memberikan dukungan kepada PEMRI. Diskusi di WG lebih pada kepentingan umum (negara lain), sedangkan di plenary lebih ada kepentingan nasional disamping kepentingan internasional, baik secara politis maupun teknis.

      Delete
  2. Salam kenal,
    Blog yang menarik, smoga tetap memberikan informasi update mengenai perkembangan isu-isu internasional kepelautan.
    Sepertinya ratifikasi STCWF-1995 oleh Pemerintah Indonesia masih jauh, apakah akan berdampak pula pada lambatnya pengakuan secara internasionl terhadap pelaut kapal penangkap ikan?.(tulisan sebelumnya mengenai pemberlakuan STCW-F 1995).
    Satu-satunya jalan keluar agar bisa berlayar pada kapal berbendera asing sebagai perwira adalah melalui jalur penyetaraan sertifikat kompetensi ke sertifkat Ahli Nautika & Ahli Teknika, sebagai antisipasi jenuhya permintaan pelaut kapal penangkap ikan di dalam negeri akibat rendahnya pertumbuhan kapal penangkap ikan dengan ukuran >250 GT.
    Saat ini persyaratan untuk mengikuti diklat penyetaraan harus memiliki pengalaman layar sebagai perwira kapal penangkap ikan selama 5 tahun menurut hemat saya masih terlalu lama. (*Kurikulum sebelum di revisi oleh amandemen Manila 2010).
    Pertanyaan : Bagaimana pendapat Capt, bisakah persyaratan waktu tersebut dikurangi & bagaimana langkah-langkah yang bisa segera dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan?
    Terimakasih atas pencerahanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear 'herych', terima kasih banyak atas komentarnya. Atas pertanyaannya, saya tidak pada posisi untuk mengatakan 'bisa' atau 'tidak bisa' (tidak memiliki kewenangan untuk itu). Tetapi secara teknis, bisa saja dkurangi tidak 5 tahun. Terutama bagi mereka yang memiliki dasar pendidikan umum yang memadai (misalnya minimal SLTP/SLTA). Dengan catatan, pengalaman berlayar 1 tahun terakhir harus sudah melakukan fungsi2: (untuk jurusan Dek/Nautika): Navigasi, Cargo handling and stowage, Controlling the operation of the ship and care for persons on board serta communication , dan (untuk jurusan Mesin/Teknika): Marine Engineering,Electrical, electronic and control engineering, dan Maintenance and repair.

      Delete
  3. Salam Kenal,
    Isu ratifikasi STCWF-1995 sangat menarik, yang mo saya tanyakan
    Sejauh mana peran KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dalam ratifikasi STCWF-1995, apa sebenarnya fungsi KKP dalam ratifikasi STCWF-1995, krn ada salah satu direktoratnya yang menanggani keterampilan nelayan? setau sy yang membina nelayan adalah KKP.
    demikian terimakasih..

    ReplyDelete