Thursday 5 January 2012

"IMO: One hundred years after the Titanic"


Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menhargai para pahlawannya”. Kata-kata mutiara itu yang selalu penulis ingat sejak pertama penulis menginjak kelas I Sekolah Dasar, yang tertulis besar di dinding kayu sekolah kami di SD Negeri Jambon, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Pahlawan bisa saja mereka yang dahulu berjuang, atau mereka yang menjadi korban dan berjuang melawan maut untuk sesuatu yang berharga bagi orang lain atau berjuang melawan maut atas sesuatu ketidak-benaran yang menimpa dirinya. Baik itu untuk bangsa dan tanah airnya, maupun mereka yang berjuang demi keselamatan jiwa manusia secara global.

Setelah mencanangkan tema Hari Maritim Dunia tahun 2010 sebagai “Year of Seafarers” untuk menghargai pelaut sebagai pahlawan dalam ikut serta meningkatkan perdagangan dunia, kemudian tahun 2011 sebagai “Piracy: Orchestrating the response”, yang juga merupakan penghargaan atas usaha hidup-mati para pelaut, serta upaya menyelamatkan para pelaut dari kejahatan perompakan kapal-kapal, Dewan IMO, pada sidangnya sesi ke-106 pada bulan Juni 2011, telah menyetujui proposal yang disampaikan oleh mantan Sekretaris Jenderal IMO Efthimios E. Mitropoulos untuk mengadopsi tema Hari Maritim Dunia (World Maritime Day) tahun 2012 sebagai: "IMO: One hundred years after the Titanic” (IMO: Seratus tahun setelah Titanic), dalam rangka untuk mengingatkan kepada semua fihak agar kegiatan Organisasi (International Maritime Organization - IMO) lebih fokus pada akar kegiatan atau tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan bagaimana organisasi IMO seharusnya dikembangkan, yaitu upaya meningkatkan keselamatan jiwa manusia di laut.

Salah satu konsekuensi logis dari tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912, di mana 1.503 orang meninggal dunia, adalah dengan diadopsinya sebuah konvensi internasional dua tahun kemudian, yaitu Konvensi Internasional pertama untuk Keselamatan Jiwa di Laut (International Convention on Safety Of Life At Sea - SOLAS). Konvensi SOLAS versi tahun 1914 itu secara bertahap digantikan, masing-masing dengan SOLAS 1929, SOLAS 1948, SOLAS 1960 (yang pertama diadopsi di bawah naungan IMCO, yang kemudian berobah nama menjadi IMO) dan SOLAS 1974. SOLAS 1974 masih berlaku sampai hari ini, yang mana telah diubah dan diperbarui beberapa kali.

Tema ini memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk:

1.    Melihat kembali upaya perbaikan dalam kaitannya dengan keselamatan maritim selama 100 tahun sejak tenggelamnya kapal Titanic;
2.   Penghormatan kepada mereka yang menjadi korban di perairan Atlantik Utara yang beku, pada malam tanggal 14 April 1912 yang naas;
3.   Menggarisbawahi bahwa pengorbanan begitu banyak Titanic (penumpang dan awak kapal) tidak hilang sia-sia;
4.     Memperhatikan kembali apakah pelajaran yang ditarik dari  kecelakaan paling berharga (dalam hal hilangnya jiwa manusia di laut) dari 100 tahun terakhir telah dipelajari dan di response dengan baik;
5.   Memeriksa kembali catatan-catatan keselamatan pelayaran dan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang telah memberikan kontribusi yang paling besar dalam upaya peningkatan selama bertahun-tahun;
6.   Mengidentifikasi faktor-faktor paling menentukan yang memberikan kontribusi (sistem, konsep, mekanisme, dll) dalam upaya untuk terus meningkatkan keselamatan pelayaran;
7.   Memeriksa area mana, dalam spektrum keseluruhan keselamatan maritim, prioritas-prioritas yang harus diperhatikan pada tahun-tahun mendatang (konstruksi, pengoperasian kapal, muatan kapal, unsur manusia, dll), dan
8.  Memberikan penghargaan kepada semua orang/pihak yang dalam perjalanan selama 100 tahun, telah memberikan kontribusi untuk ikut meningkatkan keselamatan maritim.
Gagasan dari proposal mantan Sekjen IMO yang kemudian disetujui secara aklamasi oleh anggota Dewan yang terdiri dari 40 negara anggota IMO (termasuk Indonesia) tersebut adalah untuk mengingatkan kita semua yang bekerja di sektor maritim bahwa dengan berkembang pesatnya jangkauan wilayah kerja IMO, banyak fihak yang melupakan akar kegiatan organisasi yang sebenarnya. Banyak diskusi di sidang-sidang IMO yang dipengaruhi oleh sektor industri yang kadang kala kurang memperhitungkan tingkat kepentingannya untuk upaya peningkatan keselamatan jiwa di laut, melainkan hanya bersifat administratif dan sering lebih berfikir tentang “untung-rugi” dalam hal urusan finansial. Kadang melupakan bagaimana dengan keselamatan dan kesejahteraan pelaut dan keluarganya yang ditinggalkan selama tugas berlayar.
Menyikapi tema IMO tersebut tentunya Pemerintah Indonesia berupaya menyiapkan event-event penting di tahun 2012 ini khususnya dalam upaya memberikan penghargaan kepada mereka yang pernah berjasa dalam ikut serta memajukan sektor maritim Indonesia, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Seyogyanya demikian...... Selain itu, kiranya perlu juga menyiapkan side-event yang bersifat internasional, agar lebih memiliki arti penting di mata maritim internasional.
Dengan tema tersebut di atas, mudah-mudahan negara anggota IMO dan para pemegang kepentingan, melalui mereka yang mendapat tugas mengikuti sidang-sidang di IMO, lebih memikirkan keselamatan pelayaran secara global. Lebih penting lagi, mudah-mudahan pada tahun-tahun mendatang Pemerintah Indonesia melalui delegasi-delegasi yang dikirimkan, dapat lebih mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam perumusan ketentuan-ketentuan internasional yang nantinya akan diberlakukan.... Amin.
Salam kompak selalu.....dari Jakarta.

Tuesday 3 January 2012

IMO di COP 17 dan Partisipasi Indonesia dalam upaya mengurangi pengaruh Green-House Gas Emission


Top of Form
Partisipasi IMO di Confernce Of the Parties dari pada UNFCCC (COP 17/CMP 7) 

Dalam upaya mencapai misinya - safe, secure and efficient shipping on clean oceans (pelayaran yang selamat, aman dan efisien di samudera yang bersih)
- IMO senantiasa bekerja keras dan secara konsisten mengembangkan suatu rezim peraturan yang komprehensif (menyeluruh) yang bertujuan melindungi dan melestarikan dengan cara yang efektif baik terhadap lingkungan laut maupun atmosfer udara dari polusi yang ditimbulkan oleh beroperasinya kapal-kapal laut.

Hasil sidang MEPC 62 pada bulan Juli 2011, langkah-langkah wajib untuk mengurangi pengaruh gas rumah kaca (GRK) dari pelayaran internasional yang diadopsi oleh Negara-negara Pihak MARPOL Annex VI, adalah yang pertama mewakili rezim yang mewajibkan pengurangan Karbon-dioksida (CO2) secara global untuk sektor industri internasional. Amandemen MARPOL Annex VI - Peraturan untuk mencegah polusi udara dari kapal-kapal laut, menambahkan bab baru pada Annex VI yaitu bab 4 Peraturan tentang efisiensi energi untuk kapal-kapal wajib menggunakan Indeks Desain Efisiensi Energi (Energy Efficiency Design Index - EEDI) untuk kapal baru, dan memiliki Rencana Pengelolaan Efisiensi Energi Kapal (Ship energy Efficiency Management Plan - SEEMP) untuk semua kapal. Peraturan berlaku untuk semua kapal tonase kotor 400 ke atas, dan diharapkan mulai berlaku secara internasional melalui prosedur tacit acceptance pada tanggal 1 Januari 2013 (tentang tacit acceptance dapat di baca pada posting saya tahun 2010 lalu tentang “Penerimaan Perjanjian Internasional oleh Sebuah Negara”).

Hal inilah yang menjadi latar belakang titik tolak dan selanjutnya dengan mandat yang diterima dari sidang MEPC 62, bahwa IMO harus berpartisipasi dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Durban, Afrika Selatan (COP 17), yang diselenggarakan dari tanggal 28 November sampai 9 Desember 2011 yang lalu. Delegasi IMO yang dipimpin oleh Sekjen IMO Mr. E.E. Metropoulos telah melaporkan hasil signifikan yang di capai dari sidang MEPC 62, dan berusaha untuk memastikan bahwa semua Negara Pihak UNFCCC terus mempercayakan kepada IMO untuk mengembangkan dan memberlakukan peraturan secara global dalam upaya mengendalikan emisi gas rumah kaca dari kapal-kapal yang melakukan perdagangan internasional.

Dalam Konferensi tersebut IMO telah memberikan informasi-informasi terbaru hasil kerja IMO tentang gas rumah kaca dan pengaruh emisi CO2 dari perkapalan internasional, melalui pengajuan dokumen secara resmi, kegiatan sosialisasi, sebuah stand pameran IMO dan melalui kegiatan yang biasa dilakukan dalam sistem di PBB.

Tujuan utama IMO berpartisipasi di Konferensi Durban (COP 17/CMP 7) adalah bahwa:
·      agar IMO terus dipercayai untuk mengembangkan dan memberlakukan peraturan global dalam upaya pengendalian emisi gas rumah kaca dari kapal yang melakukan pelayaran/perdagangan internasional;
·      peraturan harus diterapkan pada semua kapal sesuai dengan prinsip non-diskriminatif di mana kerangka peraturan IMO didasarkan, dan
·      kepentingan negara-negara berkembang sepenuhnya diperhitungkan, melalui Program Kerja Sama Teknis IMO dan dengan distribusi pendapatan yang dihasilkan oleh instrumen berbasis pasar masa depan untuk pelayaran internasional di bawah naungan IMO.

Partisipasi Indonesia dalam upaya mengurangi pengaruh gas rumah kaca (Green house gas emission - GHG Emission)

Pada saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan, yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerja sama dengan Kementerian luar negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup, telah melakukan upaya percepatan ratifikasi MARPOL terhadap beberapa Annex yang belum di ratifikasi, khususnya Annex VI (Prevention of air-pollution from ships). Kegiatan ratifikasi ini menjadi prioritas kerja yang harus segera diselesaikan, selain sibuk dengan implementasi STCW 1978 amandemen Manila 2010.

Pemerintah Indonesia juga sedang menyiapkan rencana aksi dalam kaitannya dengan upaya mengurangi polusi udara, baik dari sektor perhubungan maupun industri lainnya. Dalam kegiatan ini Kementerian Perhubungan juga telah memberikan masukan2 tentang potensi kemungkinan besaran terjadinya polusi udara yang diakibatkan oleh kapal-kapal laut, baik yang berbendera Indonesia maupun kapal-kapal asing yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Sebagai negara pantai (coastal state) Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam mensukseskan proyek Marine Electronic Highway (MEH) di Selat Malaka dan Selat Singapura, bekerja sama dengan IMO, Malaysia dan Singapura. Proyek MEH ini, yang dideleberasikan pada awal tahun 2003,

Semoga informasi diatas bermanfaat bagi teman-teman, terutama teman-teman yang tertarik dengan informasi tentang dunia maritim.

Salam kompak selalu dari kami di Jakarta....!!!
Bottom of Form