“Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menhargai para pahlawannya”. Kata-kata mutiara itu yang selalu penulis ingat sejak pertama penulis menginjak kelas I Sekolah Dasar, yang tertulis besar di dinding kayu sekolah kami di SD Negeri Jambon, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Pahlawan bisa saja mereka yang dahulu berjuang, atau mereka yang menjadi korban dan berjuang melawan maut untuk sesuatu yang berharga bagi orang lain atau berjuang melawan maut atas sesuatu ketidak-benaran yang menimpa dirinya. Baik itu untuk bangsa dan tanah airnya, maupun mereka yang berjuang demi keselamatan jiwa manusia secara global.
Setelah mencanangkan tema Hari Maritim Dunia tahun 2010 sebagai “Year of Seafarers” untuk menghargai pelaut sebagai pahlawan dalam ikut serta meningkatkan perdagangan dunia, kemudian tahun 2011 sebagai “Piracy: Orchestrating the response”, yang juga merupakan penghargaan atas usaha hidup-mati para pelaut, serta upaya menyelamatkan para pelaut dari kejahatan perompakan kapal-kapal, Dewan IMO, pada sidangnya sesi ke-106 pada bulan Juni 2011, telah menyetujui proposal yang disampaikan oleh mantan Sekretaris Jenderal IMO Efthimios E. Mitropoulos untuk mengadopsi tema Hari Maritim Dunia (World Maritime Day) tahun 2012 sebagai: "IMO: One hundred years after the Titanic” (IMO: Seratus tahun setelah Titanic), dalam rangka untuk mengingatkan kepada semua fihak agar kegiatan Organisasi (International Maritime Organization - IMO) lebih fokus pada akar kegiatan atau tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan bagaimana organisasi IMO seharusnya dikembangkan, yaitu upaya meningkatkan keselamatan jiwa manusia di laut.
Salah satu konsekuensi logis dari tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912, di mana 1.503 orang meninggal dunia, adalah dengan diadopsinya sebuah konvensi internasional dua tahun kemudian, yaitu Konvensi Internasional pertama untuk Keselamatan Jiwa di Laut (International Convention on Safety Of Life At Sea - SOLAS). Konvensi SOLAS versi tahun 1914 itu secara bertahap digantikan, masing-masing dengan SOLAS 1929, SOLAS 1948, SOLAS 1960 (yang pertama diadopsi di bawah naungan IMCO, yang kemudian berobah nama menjadi IMO) dan SOLAS 1974. SOLAS 1974 masih berlaku sampai hari ini, yang mana telah diubah dan diperbarui beberapa kali.
Tema ini memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk:
1. Melihat kembali upaya perbaikan dalam kaitannya dengan keselamatan maritim selama 100 tahun sejak tenggelamnya kapal Titanic;
2. Penghormatan kepada mereka yang menjadi korban di perairan Atlantik Utara yang beku, pada malam tanggal 14 April 1912 yang naas;
3. Menggarisbawahi bahwa pengorbanan begitu banyak Titanic (penumpang dan awak kapal) tidak hilang sia-sia;
4. Memperhatikan kembali apakah pelajaran yang ditarik dari kecelakaan paling berharga (dalam hal hilangnya jiwa manusia di laut) dari 100 tahun terakhir telah dipelajari dan di response dengan baik;
5. Memeriksa kembali catatan-catatan keselamatan pelayaran dan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang telah memberikan kontribusi yang paling besar dalam upaya peningkatan selama bertahun-tahun;
6. Mengidentifikasi faktor-faktor paling menentukan yang memberikan kontribusi (sistem, konsep, mekanisme, dll) dalam upaya untuk terus meningkatkan keselamatan pelayaran;
7. Memeriksa area mana, dalam spektrum keseluruhan keselamatan maritim, prioritas-prioritas yang harus diperhatikan pada tahun-tahun mendatang (konstruksi, pengoperasian kapal, muatan kapal, unsur manusia, dll), dan
8. Memberikan penghargaan kepada semua orang/pihak yang dalam perjalanan selama 100 tahun, telah memberikan kontribusi untuk ikut meningkatkan keselamatan maritim.
Gagasan dari proposal mantan Sekjen IMO yang kemudian disetujui secara aklamasi oleh anggota Dewan yang terdiri dari 40 negara anggota IMO (termasuk Indonesia) tersebut adalah untuk mengingatkan kita semua yang bekerja di sektor maritim bahwa dengan berkembang pesatnya jangkauan wilayah kerja IMO, banyak fihak yang melupakan akar kegiatan organisasi yang sebenarnya. Banyak diskusi di sidang-sidang IMO yang dipengaruhi oleh sektor industri yang kadang kala kurang memperhitungkan tingkat kepentingannya untuk upaya peningkatan keselamatan jiwa di laut, melainkan hanya bersifat administratif dan sering lebih berfikir tentang “untung-rugi” dalam hal urusan finansial. Kadang melupakan bagaimana dengan keselamatan dan kesejahteraan pelaut dan keluarganya yang ditinggalkan selama tugas berlayar.
Menyikapi tema IMO tersebut tentunya Pemerintah Indonesia berupaya menyiapkan event-event penting di tahun 2012 ini khususnya dalam upaya memberikan penghargaan kepada mereka yang pernah berjasa dalam ikut serta memajukan sektor maritim Indonesia, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Seyogyanya demikian...... Selain itu, kiranya perlu juga menyiapkan side-event yang bersifat internasional, agar lebih memiliki arti penting di mata maritim internasional.
Dengan tema tersebut di atas, mudah-mudahan negara anggota IMO dan para pemegang kepentingan, melalui mereka yang mendapat tugas mengikuti sidang-sidang di IMO, lebih memikirkan keselamatan pelayaran secara global. Lebih penting lagi, mudah-mudahan pada tahun-tahun mendatang Pemerintah Indonesia melalui delegasi-delegasi yang dikirimkan, dapat lebih mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam perumusan ketentuan-ketentuan internasional yang nantinya akan diberlakukan.... Amin.
Salam kompak selalu.....dari Jakarta.