Monday 12 February 2018

SEKILAS TENTANG “TRIPLE I CODE”



Pendahuluan
Seharusnya sudah tidak ada lagi yang asing dengan Code yang satu ini, karena sudah diadopsi pada sidang paripurna (Assembly meeting) IMO bulan Desember 2013. Namun setelah hamper 4 tahun diberlakukan, banyak yang belum tahu sama sekali tentang “Triple I Code” ini (baca: tripel ai kood).
Triple I Code” adalah nama popular dari IMO Instrument Implementation Code. Diadopsi pada sidang paripurna IMO sesi yang ke 28 pada tanggal 10 Desember 2013 melalui resolusi nomor A.28/Res.1070. Dengan diadopsinya resolusi tersebut mengakibatkan banyak konvensi IMO yang di amandemen, termasuk SOLAS 1974, MARPOL 1973/78, Load Line Convention 1966, STCW 1978, Colreg 1972, dan instrument-instrumen hukum IMO penting lainnya.

Sejarah singkat Triple I Code
Pada tahun 2003 - 2004, beberapa negara anggota IMO mempermasalahkan bahwa banyak negara yang mengimplementasikan konvensi secara tidak benar. Kepercayaan negara satu terhadap negara lainnya sesama anggota IMO menjadi berkurang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran adanya ketidakpercayaan pelaku bisnis di sektor maritim terhadap keselamatan kapal dan muatan serta pencegahan lingkungan maritim apabila benar bahwa pemenuhan kewajiban negara anggota IMO sebagaimana diamanatkan pada konvensi dan code-code nya diabaikan atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tindak lanjut dari kekhawatiran tersebut, sidang Council memutuskan untuk membahas secara khusus tentang implementasi dari konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi dan dan diberlakukan. Dari hasil pembahasan secara marathon selama 2 tahun, akhirnya disetujui dan diadopsi Resolusi A.972 (24) pada sidang paripurna sesi yang ke 24 pada bulan Desember 2005. Dari resolusi tersebut dilaksanakanlah skema audit yang dikenal dengan VIMSAS (Voluntary IMO Member State Audit Scheme). Yaitu audit pada suatu negara oleh negara lain sesama anggota IMO yang dilakukan secara suka-rela. Namun dalam perjalanannya, VIMSAS ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Dari pengalaman penulis selama menjadi Wakil Perutusan Tetap RI di IMO dari tahun 2007 sampai 2011, pada setiap sidang yang penulis ikuti, beberapa kali VIMSAS disalahgunakan, yaitu digunakan alat secara terselubung untuk menjatuhkan negara lain yang di audit, dengan cara membeberkan hasil auditnya di sidang-sidang IMO, sehingga menimbulkan perselisihan diantara anggota IMO. Bersyukur bahwa Indonesia selama diberlakukan VIMSAS tidak pernah di audit oleh negara lain.
Resolusi A.972 (24) pernah di amandemen dan diganti dengan Resolusi A.1054(27) pada sidang paripurna sesi ke 27 tahun 2011 untuk mempertegas fungsi VIMSAS. Namun masih menuai pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Akhirnya negara anggota IMO sepakat untuk diterpkannya audit wajib (mandatory - MIMSAS), yang kemudian mengadopsi Resolusi A.28/Res.1070 yaitu tentang Triple I Code.

Tujuan Triple I Code
Tujuan utama Triple I Code adalah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan maritim serta pencegahan pencemaran lingkungan laut secara global serta membantu negara anggota IMO dalam mengimplementasikan konvensi yang telah diratifikasinya.
Suasana di ruang Plenary IMO
IMO menyadari bahwa tiap-tiap negara anggota memiliki karakteristik dan peran yang berbeda-beda dalam keterlibatannya di sektor maritim, Satu negara mungkin lebih banyak berperan sebagai Negara Bendera (Flag State – negara yang benderanya dikibarkan (di dekat buritan) oleh kapal, atau negara yang melakukan pendaftaran terhadap kapal dimaksud). Negara anggota IMO lain mungkin lebih banyak berperan sebagai Negara Pelabuhan (Port State – negara yang pelabuhannya disinggahi oleh kapal-kapal berbendera asing ) karena banyak kapal-kapal berbendera asing singgah di pelabuhan-pelabuhan negaranya. Negara anggota IMO lainnya mungkin lebih berperan menjadi Negara Pantai (Coastal State – negara yang perairannya dilewati oleh kapal-kapal berbendera asing) karena jumlah kapal yang terdaftar dinegaranya tidak banyak, dan sedikit kapal berbendera asing yang singgah dipelabuhannya, tetapi wilayah perairannya banyak dilewati oleh kapal-kapal laut. Dengan Code ini diharapkan peran negara-negara anggota yang ber beda-beda tersebut dapat optimal dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan maritim serta pencegahan pencemaran laut secara global dengan menggunakan instrument-instrumen IMO yang telah diberlakukan.

Konvensi IMO yang terdampak oleh pemberlakuan Triple I Code
Dampak diberlakukannya Triple I Code ini adalah terdapatnya amandemen terhadap beberapa konvensi IMO yand disebut sebagai mandatory instrument. Konvensi yang mengallami perobahan-perobahan antara lain:
1.     SOLAS 1974, Protocol 1988
2.     MARPOL 1973/78
3.     STCW 1978
4.     Load Line Convention 1966
5.     Tonnage Measurement 1969, dan
6.     COLREG 1972
Walaupun STCW 1978 baru saja di amandemen secara besar-besaran melalui konferensi di Manila tahun 2010, tidak terlepas dari perobahan. Termasuk Colreg 1972 yang sebelumnya hanya sampai Bagian E dan hanya 38 aturan, terdapat tambahan Bagian F dan aturan 29, 40 dan 41.

Penutup
            Dengan diterapkannya Tripel I Code ini, diharapkan negara-negara anggota IMO dan semua pemegang kepentingan di sector maritim tidak mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan  instrument hukum internasional yang berlaku, sehingga keselamatan dan keamanan maritim dunia serta pencegahan pencemaran lingkungan laut dapat ditingkatkan seoptimal mungkin. 

Catatan: dalam waktu dekat tulisan ini akan saya lanjutkan...tentang hal-hal penting yang ada pada Triple I Code...mohon sabar menunggu..
Bersama Koji Sekimizu (Ex Sekjen IMO) dan Jeffrey Lantz (Chairman Council)