Sidang di IMO bertingkat, dari tingkat
yang paling rendah, yaitu Sub-Komite, yang hasilnya di serahkan kepada
sidang Komite, kemudian dimintakan persetujuan di sidang Dewan (Council), dan
dikukuhkan melalui sidang Pleno (Assembly).
Semua instrumen IMO berasal dari konsep yang dibahas secara mendalam pada sidang-sidang sub komite ini. Sehingga sidang-sidang sub komite menjadi kancah perdebatan yang seru dalam membahas rancangan-rancangan instrumen hukum IMO. Umumnya sidang-sidang Sub Komite dihadiri oleh para pakar di bidangnya masing -masing.
Minggu ini, dari
tanggal 15 – 19 Juli 2013, IMO melaksanakan sidang Dewan sesi yang ke 110, di
markas besar IMO, 4 Albert Embankment, London, UK. Salah satu agenda sidang
Dewan kali ini adalah membahas dan menyetujui restruturisasi sub Komite, dari 9
menjadi 7 Sub Komite.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa sidang Maritime Safety Committee IMO (MSC) sesi ke 92 bulan Mei
yang lalu, telah menyetujui restrukturisasi Sub-Komite IMO, agar peraturan IMO
yang dihasilkan dari sidang-sidang lebih efektif dengan isu-isu teknis dan
operasional, sebagai bagian dari pengkajian kembali dan proses reformasi yang
diprakarsai oleh Sekretaris Jenderal Mr Koji Sekimizu.
Selain pada sidang MSC,
proposal restrukturisasi, juga sudah dipertimbangkan dan disetujui oleh Komite
Perlindungan Lingkungan Laut (Marine Environment Protection Committee - MEPC)
pada sesi ke 65. Apabila sidang Dewan menyetujui, maka nanti pada bulan
November-Desember akan dimintakan pengesahan di sidang Majelis IMO (24 November
- 4 Desember 2013).
Restrukturisasi Sidang Sub Komite
Tujuan restrukturisasi adalah untuk lebih mengefektifkan kinerja tiap-tiap bahasan di tiap-tiap sidang, sehingga dapat menghasilkan instrumen hukum yang lebih baik dan dapat diterima secara global. Selain itu, tujuan restrukturisasi juga azas efisiensi untuk mengurangi beaya sidang per tahunnya.
Restrukturisasi
Sub-Komite berkurang 9-7, adalah sebagai berikut:
1. Sub-Komite Human Element, Training and
Watchkeeping (HTW): untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan pelatihan unsur manusia dan dinas jaga d kapal, termasuk standar minimum
internasional untuk pelatihan dan sertifikasi pelaut dan personil kapal
penangkap ikan, dan masalah teknis serta operasional yang berkaitan dengan
keselamatan maritim, keamanan, dan perlindungan lingkungan, untuk mendorong
budaya keselamatan dalam setiap operasi kapal, keamanan awak kapal, mengkaji
ulang, memperbarui dan merevisi model program IMO, dan promosi serta pelaksanaan
strategi unsur manusia dalam Organisasi.
Sub
Komite ini, sebelumnya bernama Standards
of Training and Watchkeeping (STW)
2. Sub-Komite Pelaksanaan Instrumen IMO
(IMO Instrument Implementation - III): untuk mengatasi
efektif dan konsistensi implementasi secara global dan penegakan instrumen IMO
terkait dengan keamanan maritim dan keamanan serta perlindungan lingkungan
laut, termasuk: kajian komprehensif dari hak dan kewajiban suatu negara yang berasal
dari perjanjian instrumen IMO, penilaian, monitoring dan review dari tingkat
saat pelaksanaan instrumen IMO oleh Negara dalam kapasitas mereka sebagai negara
bendera, pelabuhan dan negara pantai (flag
state, port state dan coastal state), pelatihan dan sertifikasi terhadap
perwira dan awak kapal, identifikasi alasan adanya kesulitan dalam menerapkan
ketentuan instrumen IMO yang relevan; pertimbangan proposal untuk membantu
negara-negara dalam melaksanakan dan mematuhi instrumen IMO, analisis laporan
investigasi korban laut dan insiden; review standar IMO pada keselamatan
maritim dan keamanan serta perlindungan lingkungan laut, untuk diperbarui dan
harmonisasi pedoman survei dan persyaratan terkait sertifikasi, dan promosi
harmonisasi global kegiatan pengendalian Negara Pelabuhan (Port State).
Sub komite ini sebelumnya bernama Flag State Implementation (FSI)
3. Sub-Komite Navigasi, Komunikasi dan
Search and Rescue (Navigation, Communication, and SAR - NCSR):
untuk mempertimbangkan hal-hal teknis dan operasional yang berkaitan dengan
kewajiban pemerintah dan langkah-langkah operasional yang berkaitan dengan
keselamatan navigasi, termasuk layanan hidrografi dan meteorologi, route
kapal, sistem pelaporan kapal, bantuan untuk navigasi, sistem radio-navigasi,
pelayanan lalu lintas kapal, dan pemanduan, persyaratan operasional dan pedoman
yang berkaitan dengan keselamatan navigasi dan isu-isu terkait, seperti
peraturan untuk pencegahan tubrukan dan evakuasi, prosedur di anjungan, rancangan pelayaran, menghindari situasi yang berbahaya, tempat-tempat
pengungsian termasuk bantuan jasa maritim dan aspek yang relevan dari keamanan
maritim, persyaratan alat keselamatan, standar kinerja dan pedoman operasional untuk
penggunaan peralatan navigasi di kapal dan persyaratan navigasi lainnya,
kewajiban Pemerintah dan langkah-langkah operasional yang terkait dengan
Distress Maritim global dan Sistem Keamanan (GMDSS), pengembangan dan
pemeliharaan pencarian global dan penyelamatan (SAR), sistem Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) , persyaratan operasional dan pedoman
yang berkaitan dengan komunikasi radio dan pencarian dan penyelamatan, dan, kerjasama dengan International Civil Aviation Organization (ICAO),
harmonisasi pencarian penerbangan dan maritim dan prosedur penyelamatan,
persyaratan peralatan, standar kinerja dan pedoman operasional untuk penggunaan
komunikasi radio di kapal dan peralatan untuk pencarian dan penyelamatan , penghubung dengan International Telecommunication Union (ITU) pada penting komunikasi radio maritim dengan menggunakan ponsel .
Sub komite ini adalah penggabungan 2 (dua) sub
komite yaitu Safety of Navigation (NAV)
dan Radio Communication and SAR (COMSAR).
4. Sub-Komite Pencegahan Pencemaran
dan Respon (Pollution Prevention and Response - PPR):
untuk mempertimbangkan hal-hal teknis dan operasional terkait: pencegahan dan
pengendalian pencemaran lingkungan laut dari kapal dan operasi maritim terkait
lainnya; aman dan ramah lingkungan daur ulang kapal, evaluasi keselamatan dan
bahaya polusi zat cair dalam jumlah besar yang diangkut oleh kapal, kontrol dan
pengelolaan organisme air berbahaya dalam kapal baik sebagai tolak bara (ballast water) maupun sedimen, dan
biofouling, dan respon terhadap polusi, respon dan kerjasama untuk zat berbahaya dan
minyak beracun .
Sub komite ini sebelumnya menjadi tugas
dari sub komite Carriage
of Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers (DSC) dan Bulk Liquid Gases (BLG), namun kedua sub
komite tersebut belum membahas tentang dampak
lingkungan terhadap kegiatan penutuhan kapal (ship recycling).
5. Sub-Komite Desain dan Konstruksi Kapal
(Ships Design and Construction - SDC): untuk
mempertimbangkan hal-hal teknis dan operasional yang terkait dengan: desain,
konstruksi, subdivisi dan stabilitas, daya apung,
termasuk hal evakuasi, semua jenis kapal, alat transportasi laut yang diwajibkan mengikuti instrumen IMO, pengujian dan persetujuan dan bahan konstruksi; garis muat, pengukuran tonase, keselamatan kapal penangkap ikan
dan nelayan, survei dan sertifikasi.
Sub komite ini menggantikan sub komite Stability and Load
Lines and Fishing Vessels Safety (SLF).
6. Sub-Komite Sistem dan Peralatan Kapal
(Ships System and Equipment - SSE): untuk
mempertimbangkan hal-hal teknis dan operasional yang berkaitan dengan: sistem
dan peralatan, termasuk mesin dan instalasi listrik, semua jenis kapal, kapal, alat transportasi laut yang diwajibkan mengikuti instrumen IMO, pengujian dan
persetujuan sistem dan peralatan, peralatan hemat enerji, peralatan dan
pengaturan, sistem proteksi kebakaran, dan analisis kecelakaan dan catatan
kejadian yang berkaitan dengan sistem dan peralatan kapal.
Sub komite ini sebelumnya bernama Ship Design and Equipment (DE) dan Fire Protection (FP).
7. Sub-Komite Pengangkutan Muatan dan
Containers (Carriage of Cargo and Container - CCC):
untuk mempertimbangkan hal-hal teknis dan operasional yang terkait dengan:
pelaksanaan yang efektif dari konvensi, code dan instrumen lainnya, baik yang wajib maupun yang direkomendasikan, berkaitan dengan operasi kargo, yang meliputi muatan
berbahaya, kargo bulk solid, kargo gas massal (gas in bulk); evaluasi
keselamatan dan kemasan barang berbahaya , muatan curah padat dan muatan gas, survei dan sertifikasi kapal yang mengangkut muatan berbahaya; lebih
meningkatkan kualitas keselamatan dan budaya keamanan, dan kesadaran lingkungan
di semua muatan dan operasi peti kemas , dan kerjasama dengan badan-badan PBB
terkait lainnya, IGO dan LSM pada standar internasional yang berkaitan dengan
wadah dan operasi muatan.
Ini adalah sub komite baru, yang dulu
sebagian di bahas di sub komite Carriage of Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers
(DSC)
Kesimpulan:
Dampak dari restrukturisasi ini adalah nantinya
pembahasan di tiap-tiap sidang dapat lebih focus dan terjadi efisiensi bahwa
jumlah sidang dalam satu tahun menjadi berkurang, sehingga dapat mengurangi
beaya penyelenggaraan organisasi. Indonesia sebagai anggota Dewan IMO (IMO
Council) sangat mendukung adanya restrukturisasi ini.