Monday 4 June 2018

Hari Pelaut Sedunia tahun 2018


Kata Pembuka
            Sudah kesekian kalinya Hari Pelaut Sedunia atau Day of the Seafares diperingati. Sekedar mengingatkan, bahwa disetujuinya Hari Pelaut tanggal 25 Juni setiap tahunnya, adalah hasil dari kesepakatan pada akhir konferensi negara-negara pihak STCW 1978 di Manila. Bahwa konferensi tersebut dilaksanakan tanggal 21 – 25 Juni 2010. Pada tanggal 22 Juni 2010 para delegasi yang hadir pada konferensi tersebut baik dari negara anggota IMO mau pun organisasi internasional telah mengajukan dokumen STCW/CONF.2/31 yang diprakarsai oleh 41 negara (termasuk Indonesia) dan 4 organisasi internasional termasuk IFSMA (International Federation of Ship’s Master Association) dan ITF (International Transport’s Workers Federation). Dari usulan tersebut maka pada sidang Assembly ke 27 yang dilaksanakan di London pada bulan November 2011, IMO menerbitkan resolusi nomor A.1033(27) tentang pengesahan Day of The Seafarers.


Makna Peringatan hari pelaut dan tema tahun 2018
            Sebagaimana disampaikan oleh para delegasi dari negara-negara pemrakarsa pada waktu konferensi STCW di Manila, bahwa usulan untuk diperingati hari pelaut adalah sangat penting mengingat:
1.     Dunia sudah mengakui bahwa transportasi barang dari satu negara ke negara lain, lebih dari 85% adalah melalui tarnsportasi laut. Hal ini sering disampaikan oleh Sekjen IMO saat itu, dalam berbagai kesempatan. Sedangkan transportasi laut akan berjalan lancar apabila para pelaut yang menjalankan kapal-kapal bekerja dengan baik dan secara profesioanal.
2.     Bahwa pekerjaan sebagai pelaut adalah pekerjaan yang penuh dengan tantangan dan pengorbanan, dimana bahaya dapat saja mengancam setiap saat, baik oleh perobahan cuaca, alam (misalnya Tsunami), maupun ancaman perompakan dan perang.
3.     Bahwa pekerjaan sebagai pelaut juga harus meninggalkan istri, anak dan keluarga untuk waktu yang cukup lama, dan kadang tidak dapat dipastikan waktunya.
Maka tidaklah berlebihan apabila jerih payah dan pengorbanan para pelaut perlu diapresiasi dengan melakukan perayaan setiap tahunnya. Bahwa pesan dari resolusi IMO adalah perayaan tersebut harus tepat dan bermakna. Tepat dan bermakna maksudnya, tujuan dari selebrasi atau perayaan adalah untuk para pelaut dan keluarganya. Sehingga para pelaut dan keluarganya bangga dengan profesinya sebagai pelaut. Kebanggan terhadap profesi tersebut akan meningkatkan etos kerja.
            Pada tahun 2018 ini IMO memilih tema untuk memperingati Hari Pelaut adalah ingin menyoroti kesejahteraan para pelaut, terutama lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental para pelaut (mental-health). Hal ini disebabkan karena dari banyak survey yang dilakukan, hasilnya rata-rata para pelaut mengalami stress oleh karena jenis pekerjaannya tersebut. Bahwa kesejahteraan bagi para pelaut tentunya tidak hanya kesehatan mental (mental-health) saja tetapi juga yang lainnya yaitu:
·      Shore leave, yaitu kesempatan dan keamanan pesiar di kota-kota yang disinggahi kapalnya. Beberapa negara masih melakukan diskriminasi bagi para pelaut dari berbagai negara yang akan pesiar bila kapalnya memasuki wilayah negara tersebut.
·      Abandonment, yaitu upaya harus dilakukan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan pelaut agar para pelaut tidak meninggalkan kapal karena stress dan alasan lainnya.
·      Wages. Para pelaut dan keluarganya akan sangat bangga dan bahagia apabila gaji yang diterima sesuai dengan jerih payah dan pengorbanan yang mereka lakukan. Selain jumlah gaji yang memadai, maka gaji harus dibayarkan tepat waktu.
·      No criminalization. Kadang masih ditemukan adanya kriminalisasi bagi para pelaut. Dengan peringatan hari pelaut ini, kiranya menjadi wahana bagi para pemangku kepentingan untuk tidak mengkriminalisasi para pelaut, yang sesunguhnya mereka sudah ikut membangun ekonomi dunia dengan penuh cucuran keringat dan air mata.
·      Repatriation. Pemulangan para pelaut ke tempat asalnya di akhir masa kontrak, juga menjadi perhatian IMO, agar semua perusahaan memperhatikan hal ini, sesuai dengan ketentuan di MLC 2006
·      Resources available to Positive Mental Health. Sumber-sumber yang dapat menyediakan kesehatan mental yang positif perlu didesiminasikan ke para pelaut supaya dapat dimanfaatkan secara optimal.
·      MLC convention. MLC 2006 adalah disususn berdasarkan kesepakatan tripartite yaitu: Pemerintah – Organisasi Operator Kapal – dan Organisasi Pelaut. Sehingga ke tiga pihak tersebut sangat dihimbau untuk melaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Bila MLC 2006 dilaksanakan dengan konsekuen, dipastikan akan meningkatkan kesejahteraan para pelaut.

Agar supaya peringatan hari pelaut tahun ini lebih dikenal oleh masyarakan luas, IMO juga telah menggunakan berbagai media social. Terutama Facebook dan Tweeter.
Pada media social, IMO menghimbau pada semua pihak untuk menggunakan hashtag (#) tertentu yaitu #SupportSeafarersWellbeing dan #GoodDayatSea sebagaimana terdapat pada logo Day of the Seafarers 2018

Tentang maksud hashtag dan logo-logo hari pelaut dapat dibaca lengkap di website IMO berikut:

Penutup
Demikian tulisan saya tentang Hari Pelaut tahun 2018, mudah-mudahan para pembaca yang bukan pelaut sudi kiranya memberikan dukungan kepada teman-teman pelaut atas jasanya demi melayani roda ekonomi dunia. Bagi teman-teman pelaut, saya ucapkan selamat berjuang semoga Tuhan Allah swt selalu melindungi dan membimbing kita semua dalam mengabdikan diri di dunia transportasi…Bagi yang berkepentingan dengan kesejahteraan pelaut di perusahaan pelayaran, kiranya tulisan ini dapat digunakan untuk referensi meningkatkan kesejahteraan para pelautnya dan terutama gaji nya….aamiin…




Friday 2 March 2018

Kewajiban Negara Anggota IMO atas pemberlakuan “Triple I Code”


Kata Pembuka
Sebelum tulisan ini, bulan lalu saya telah menulis dan mem-posting di blog saya tentang “Triple I Code” (https://hadisupriyono.blogspot.co.id/2018/02/sekilas-tentang-triple-i-code.html). Di akhir tulisan itu, saya berjanji akan melanjutkan tulisan tentang “triple i code”. Dengan tulisan ini penulis berharap kepada teman-teman semua, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan (implementasi) Code ini dapat me-review kembali apa yang sudah dilakukan, apa yang sedang dilakukan, dan apa yang kedepan harus dilakukan. Khususnya bagi teman-teman yang bekerja di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang sejak diberlakukannya Code ini sudah sangat sibuk bekerja keras siang dan malam tanpa mengenal lelah demi kejayaan maritim Indonesia.

Review tulisan sebelumnya tentang “triple i code”
“III Code” atau popular dengan sebutan “Triple I Code” adalah “IMO Instrument Implementation Code”. Yaitu Code yang diadopsi pada sidang paripurna IMO sesi yang ke 28 pada tanggal 10 Desember 2013 melalui resolusi nomor Res.A.1070 (28).
Tujuan utama Triple I Code adalah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan maritim serta pencegahan pencemaran lingkungan laut secara global serta membantu negara anggota IMO dalam mengimplementasikan konvensi yang telah diratifikasinya.
Dampak diberlakukannya Triple I Code ini adalah terdapatnya amandemen terhadap beberapa konvensi IMO yang disebut sebagai mandatory instrument. Konvensi yang mengalami perobahan-perobahan antara lain:
1.     SOLAS 1974, Protocol 1988
2.     MARPOL 1973/78
3.     STCW 1978
4.     Load Line Convention 1966
5.     Tonnage Measurement 1969, dan
6.     COLREG 1972
Pemberlakuan Triple I Code ini untuk tiap-tiap konvensi dan Code berbeda-beda. Misalnya Colreg 1972 (Penambahan Bagian F, Aturan 39, 40 dan 41) dan kebanyakan konvensi mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2016.

Beberapa Code yang terdampak terhadap pemberlakuan Triple I Code ini yaitu:
1.     SOLAS 1074/Protocol 1988:
·      FSS Code 11-2/3.22
·      FTP Code 11-2/3.23
·      LSA Code 111/3.10
·      CSS Code Sub Chapter 19, V1/2.2.1
·      Grain Code V1/8.1
·      IMDG Code V11/1.1
·      IBC Code V11/8.1 & MARPOL Annex II Reg.1(10)
·      IGC Code V11/11.
·      INF Code V11/11-2
·      ISM Code IX/1.1
·      1994 HSC Code X/1.1
·      2000 HSC Code X/1.2
·      Res. A.739(18) X1-1/1 – Recognized Organization Code (RO Code)

2.     MARPOL 1973/78
·      Res. MEPC 94(46) as amended Annex I Reg. 13G & 13H
·      BCH Code Annex II, Reg. 1(11)
·      Nox Tech Code

3.     STCW 1978
·      STCW Code Part A Reg 1/1.2.3
           
Kewajiban Negara Anggota IMO
Dalam memenuhi kewajiban mengimplementasikan konvensi dan code, hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pada waktu membuat kebijakan, peraturan, dan prosedur-prosedur terkait dengan peraturan yang ada sesuai Code ini adalah:
1.     Yurisdiksi (Jurisdiction). Bahwa peraturan-peraturan harus disusun dan dibuat oleh badan pemerintah yang berwenang membuat peraturan. Yang kemudian diundangkan oleh pemerintah. Dilaksanakan dan diawasi oleh institusi yang di tunjuk (Administration).
2.     Organisasi dan Otoritas (Organization and authority). Pembagian tugas masing-masing instansi pemerintah dalam implementasi harus jelas sehingga tidak ada tumpang tindih kekuasaan yang dapat membingungkan pengguna jasa maritim baik nasional maupun internasional.
3.     Legislasi, aturan dan peraturan (Legislation, rules and regulation). Peraturan harus dibuat dengan jelas sehingga tidak membinggungkan pihak-pihak yang menggunakannya. Termasuk penjelasan dan prosedur pelaksanaannya.
4.     Sosialisasi terhadap peraturan-peraturan internasional (Promulgation of the applicable international mandatory instruments, rules and regulation). Adanya ketentuan-ketentuan internasional yang baru harus disosialisasikan ke masyarakat umum pengguna jasa maritim sebelum dibuat ketentuan-ketentuan nasionalnya.
5.     Rencana pelaksanaan (Enforcement arrangements). Pemberlakuan tiap-tiap peraturan baru khususnya yang berasal dari ketetapan internasional wajib direncanakan secara terjadwal, sehingga tidak mengganggu operasi kapal pada khususnya dan bisnis maritim pada umumnya.
6.     Fungsi2: kontrol, survey, inspeksi, audit, verifikasi, pengakuan dan sertifikasi (Control, survey, inspection, audit, verification, approval and certification functions). Pelaksana fungsi2 tersebut harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
7.     Pemilihan, pengakuan, otorisasi, pemberdayaan SDM dan monitoring R/O’s dan nominasi untuk para Surveyor (Selection, recognition, authorization, empowerment and monitoring of recognized organizations, as appropriate, and of nominated surveyors).
8.     Hasil investigasi yang harus disampaikan ke IMO (Investigations required to be reported to the Organization). Hasil investigasi dari adanya penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan internasional dan langkah-langkah penanganannya wajib dilaporkan ke IMO.
9.     Pelaporan ke IMO dan Pemerintah negara lain (Reporting to the Organization and other Administrations). Sesuai dengan rejim Port State Control (PSC), maka pemerintah suatu negara anggota wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan terhadap kapal-kapal asing yang dilakukan di pelabuhannya, sesuai dengan MOU wilayah masing-masing.

Lebih lanjut, dalam upaya menjaga dan meningkatkan mutu implementasi instrumen hukum IMO, pemerintah negara yang sudah meratifikasi konvensi IMO diwajibkan untuk:
  Menerbitkan dan memelihara rekaman (record) sebagai bukti tentang kesesuaian terhadap persyaratan dan kegiatan (operation) yang effective;
  Menerbitkan prosedur untuk mendefinisikan kontrol dan tanggung jawab dalam bagian-bagian organisasi (department);
  Membudayakan upaya meningkatkan pelaksanaan (implementasi) semua konvensi dan peraturan2 wajib lainnya;
  Mampu mendeteksi dan menghilangkan sebab2 terjadinya NC (Non Conformity – Ketidaksesuaian), melalui audit secara teratur (regular) dan berkesinambungan;
  Menyediakan SDM yang cukup dalam jumlah, kualitaas dan berpengalaman untuk melaksanakan fungsi kontrol;
  Memastikan bahwa investigasi terhadap terjadinya kecelakaan kapal2 berbendera nasional, dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat waktu.

Hak, kewajiban dan tanggung jawab khusus bagi Flag State, Coastal State, dan Port State

Flag State (Negara Bendera – negara dimana kapal yang dimaksud melakukan registrasi):
  Melakukan registrasi (kapal-kapal) secara benar;
  Membuat peraturan2 standard keselamatan dan keamanan maritim serta pencegahan pencemaran;
  Membuat peraturan2 tentang perkapalan (konstruksi, peralatan, navigasi, bongkar muat muatan, dll);
  Menyelenggarakan Diklat dan sertifikasi untuk para pelaut sesuai ketentuan secara benar;
  Melaksanakan inspeksi (Flag State Control), survey dan sertifikasi kapal2 yg mengibarkan benderanya;
  Investigasi setiap ada kecelakaan.

Coastal State (Negara Pantai – negara yang perairannya dilayari/dilalui oleh kapal-kapal bendera asing):
  Mengimplementasikan semua konvensi yang telah diratifikasi dan peraturan2 lainnya;
  Memiliki hak mendelegasikan kewenangan kepada pihak yang di tunjuk (RO);
  Melaksanakan survey dan investigasi pada semua kapal-kapal yang mengibarkan benderanya (fungsi Flag State);
  Melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap pelaksanaan konvensi dan aturan2 lainnya;
  Memberikan layanan: komunikasi radio, berita cuaca, SAR, Hidrografi, route kapal, sistim pelaporan kapal-kapal;
  Menyediakan Layanan Lalu-lintas Kapal-kapal atau VTS (Vessel Traffic Services);
  Menyediakan dan merawat alat-alat bantu navigasi (Pelampung, Suar, dlsb.).

Port State (Negara Pelabuhan – negara yang pelabuhannya disinggahi oleh kapal-kapal berbendera asing):
  Menyediakan fasiltas penampungan pembuangan minyak, sampah dll. sesuai dengan ketentuan MARPOL, BWM, dan instrumen hukum lainnya (bila ada);
  Melaksanakan PSC (Port State Control) sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  Melakukan registrasi kepada sumua Supplier BBM kapal.

Penutup
            Tulisan di atas adalah hanya ringkasan dari code yang sesungguhnya, tentunya tidak lengkap. Untuk lebih memahami secara rinci dan lengkap, silakan pembaca baca Resolusi A.1070(28) yang text nya dapat di unduh secara mudah di internet. Apabila anda adalah orang yang terlibat langsung dengan implementasi “triple I code” ini, saya menyarankan untuk membaca Resolusi IMO nomor Resolution A.1121(30) tertanggal 18 Desember 2018.

Penulis berharap semoga para pembaca mampu memahami “triple I code” dan bersedia memberikan appresiasi kepada teman-teman di Ditjenhubla yang telah bersusah payah untuk menyusun, mengembangkan dan mensosialisasikan serta upaya menegakkan aturan-aturan nasional sesuai ketentuan internasional, yang merupakan bentuk nyata tanggung jawabnya sebagai ‘Administration’. Semoga maritim Indonesia maju seperti cita-cita nenek moyang kita…aamiiin…