Friday 19 January 2018

Mempelajari Colreg 1972 Secara Sistimatis.



Pendahuluan
Bahwa P2TL 1972 telah mengalami penambahan yaitu Bagian F yang terdapat 3 (tiga) aturan didalamnya, sehingga P2TL 1972 menjadi 6 Bagian (Bagian A sampai F) dan 41 Aturan. Hal ini sesuai dengan Resolusi IMO nomor A.1085 (28) yang diadopsi tanggal 4 Desember 2013, dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2016. Dengan perobahan tersebut maka terdapat materi belajar P2TL 1972 pelaut bagian dek menjadi bertambah. Sedangkan yang sudah ada sejak 1972 pun masih banyak yang belum difahami dalam penerapannya.
Tulisan ini boleh jadi merupakan kelanjutan dua tulisan saya sebelumnya tentang P2TL, dan tidak bermaksud mengganti pembelajaran “P2TL dan Dinas Jaga”, tetapi merupakan tambahan bagi para Taruna Diklat Maritim program studi Nautika dan mungkin juga berguna bagi para Mualim Pelayaran Niaga yang masih merasa ragu dan kesulitan dalam memahami Colreg 1972 (International Convention on Regulation for Preventing Collisssion at Sea 1972) yang di Indonesia sering dikenal dengan P2TL 1972 (Peraturan Internasional Pencegah Tubrukan di Laut 1972).

Indikasi kuat kurangnya pemahaman terhadap P2TL 1972
Penulis sangat prihatin bahwa banyak para Taruna yang kembali dari praktek berlayar dan bahkan para perwira bagian dek yang sudah lama menjadi Mualim maupun Nakhoda, banyak yang tidak memahami ketentuan-ketentuan yang ada dalam P2TL 1972 dan aplikasinya terhadap tugas jaga navigasi. Bahkan ada indikasi, beberapa Syahbandar tidak memahami P2TL 1972.
Pertanyaan-pertanyaan (sederhana) yang sering saya tanyakan kepada Taruna yang kembali dari praktek berlayar dan pada waktu menguji lisan Dinas Jaga antara lain:

1.     Apa yang anda lakukan di anjungan pada waktu jaga navigasi (kapal sedang berlayar) melihat adanya kapal (kapal-kapal) yang mendekat?
Dari pertanyaan di atas, saya sering mendapat jawaban: “kita panggil kapal yang mendekat itu dengan radio VHF”.
Bahwa di dalam P2TL 1972 tidak ada satupun aturan yang bunyinya demikian. Dugaan saya, hal ini disebabkan oleh adanya AIS (Automatic Identification System) yang mulai dibelakukan beberapa tahun sebelumnya, sehingga sebuah kapal mampu mengetahui nama kapal-kapal yang berada disekeliling kapal sendiri. Ada juga yang menjawab: ‘menghindar pak!’. Lha kalau setiap ketemu kapal… menghindar, kapalnya bisa berputar-putar di tempat tidak sampai tujuan?!
Bagi mereka yang belajar P2TL 1972 secara benar, tentunya langsung berpikiran bahwa kapal-kapal yang mendekat itu mungkin ada resiko tubrukan, atau tidak ada resiko tubrukan dengan kapal sendiri. Dengan demikian, ia harusnya mengingat aturan 7 (Resiko tubrukan). Khususnya ayat (d) (i) dan (ii). Kemudian perlu atau tidaknya menerapkan aturan 13, 14 atau 15 atau aturan 12 bila ada kapal layar yang mendekat atau menerapkan aturan 18.

2.     Menurut P2TL 1972, apakah yang dimaksud dengan istilah “berlayar” (underway)?
Dari pertanyaan di atas, jawaban yang sering saya terima adalah definisi dari ‘Navigasi’ (melayarkan kapal dari satu tempat ke tempat lain…dst.). Ada yang lucu juga pada waktu saya gunakan untuk pre-test bagi Taruna Semester I yang belum satu bulan menjadi Taruna, bahwa ‘berlayar’ maksudnya adalah….. mencari uang di kapal sebagai pelaut?!
Dengan jelas bahwa pada Aturan 3 ayat i) P2TL 1972 berbunyi: Kata “berlayar” berarti kapal tersebut tidak sedang berlabuh jangkar, atau terikat pada daratan, atau kandas (The word “underway” means that a vessel is not at anchor, or made fast to the shore, or aground). Yang pernah belajar P2TL 1972 secara komprehensif pasti tidak akan pernah lupa dengan definisi yang semudah dan sesingkat itu.

3.     Pada waktu kapal berlabuh jangkar, apakah aturan 5 P2TL 1972 (Pengamatan Keliling / Look Out) masih diberlakukan?
Atas pertanyaan tersebut, banyak yang menjawab: aturan 5 P2TL 1972 masih tetap  diberlakukan walaupun kapal sedang berlabuh jangkar.
Harus kita ingat bahwa aturan 5 berada di Bagian B Seksi I. Bagian B P2TL 1972 berjudul “Aturan-aturan mengemudikan dan melayarkan – kapal” (Steering and sailing rules). Kapal-kapal yang dikemudikan dan dilayarkan, tentunya adalah kapal-kapal yang sedang berlayar. Sedangkan menurut Aturan 3.i, istilah ‘berlayar’ berarti ‘tidak berlabuh jangkar, atau tidak diikat di daratan, atau tidak kandas’.
Namun demikian, pada waktu kapal berlabuh jangkar masih ada kewajiban melakukan pengamatan keliling. Hal ini diatur secara rinci pada Bab VIII STCW 1978 Seksi A-VIII/2 Bagian 4-1 paragrap 51. (Watchkeeping – vessels at anchor)

4.     Apabila kapal berlabuh jangkar sedangkan mesin induk rusak (kondisi extrimnya, mesin induk sedang dibongkar); pada malam hari, penerangan apa yang harus dipasang (dinyalakan)? Kalau siang hari, sosok benda apa yang harus dipasang?
Atas pertanyaan tersebut, sering saya mendapat jawaban: memasang penerangan berlabuh jangkar (dua penerangan keliling warna putih yang satu di dekat haluan dan yang satunya lagi di dekat buritan) dan dua penerangan keliling warna merah bersusun tegak. Pada siang hari memasang tiga bola warna hitam bersusun tegak.
Jawaban tersebut di atas adalah penerangan dan sosok benda untuk kapal kandas (Aturan 30.d). Padahal, penerangan dan sosok benda untuk kapal yang sedang berlabuh jangkar diatur pada Aturan 30 a dan b.
Aturan 1.c P2TL 1972 mensyaratkan bahwa aturan-aturan yang dibuat oleh tiap negara maupun penguasa pelabuhan tidak boleh terkelirukan dengan aturan-aturan lain manapun dalam P2TL 1972. Seharusnya, kapal yang sedang berlabuh jangkar dan mesin induk rusak, cukup memenuhi ketentuan aturan 30.a (dua penerangan keliling warna putih yang satu di dekat haluan dan yang satunya lagi di dekat buritan) atau 30.b saja. Karena pada dasarnya, kapal yang sedang berlabuh jangkar walaupun mesin induk tidak rusak, tentunya juga tidak dioperasikan (finish with engine). Artinya, sama saja rusak atau tidak, ia tidak mampu menghindari lintasan kapal lain.

Empat pertanyaan di atas menurut saya adalah pertanyaan-pertanyaan dasar. Kalau tidak dapat menjawab 4 pertanyaan tersebut, apakah ia nantinya mampu menerapkan aturan lalu lintas di laut dengan benar? Apakah mereka akan menjadi Mualim Jaga yang baik?
Terutama pertanyaan nomor satu. Bagaimana seorang Mualim Jaga tidak tahu apa yang dilakukan bila ada kapal yang mendekat? Padahal pada Aturan 7 P2TL 1972 dituliskan dengan jelas bahwa bila ada kapal-kapal yang mendekat harus melakukan tindakan menentukan ada atau tidaknya resiko tubrukan dengan kapal lain.

Satu hal lagi yang sering saya dapati adalah, setiap saya lukiskan sketsa 2 kapal yang haluannya menyilang, intepretasinya selalu aturan 15. Perlu diingat bahwa aturan 15 dapat diberlakukan apabila memenuhi 5 syarat, yaitu:
1.     Dua kapal tenaga yang sedang berlayar. Bila lebih dari 2 (dua) kapal berarti aturan 15 gugur. Bila yang satu kandas/berlabuh jangkar aturan 15 juga gugur, karena aturan 15 berada di Bagian B: Aturan2 mengemudikan dan melayarkan
2.     Kedua kapal saling melihat. Karena aturan 15 berada dalam Bagian B Seksi II (Saling melihat). Begitu juga aturan 12 sampai 18.
3.     Haluan kedua kapal menyilang dan yang satu tidak berada pada sector penyusulan.
4.     Kedua kapal saling mendekat atau jaraknya mengecil, dan
5.     Ada resiko tubrukan.

Begitu juga apabila akan menerapkan aturan-aturan 13 dan 14, syarat2 1, 2, 4 dan 5 harus terpenuhi.
Maka pada tulisan ini saya berusaha memberikan tip mempelajari P2TL 1972 secara lebih sistimatis, mudah-mudahan dapat berguna.

Beberapa tip belajar P2TL 1972 sescara sistimatis:
1      Tuliskan sistimatika P2TL 1972, kemudian fahami pengelompokan tiap-tiap Bagian (Part) dan Seksi-seksinya (Section). Gunanya, kita akan memahami di bagian mana dan seksi berapa aturan-aturan yang dimaksud berada. Hal ini untuk menghindari salah penerapan. Contoh: pemasangan 2 penerangan keliling warna merah  bersusun tegak untuk menunjukkan bahwa kapal tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat diolah-gerakkan. Ini digunakan hanya untuk kapal yang sedang berlayar. Kalau diterapkan pada kapal yang berlabuh jangkar, maka menjadi kapal kandas.
2      Setelah memahami sistimatika P2TL 1972, ada baiknya mulai menghafal judul Bagian-bagian dan Seksi-seksi. Contoh: Bagian B: Aturan-aturan mengemudikan dan melayarkan (Steering and sailing rules), yaitu dari aturan 4 – 19 adalah hanya untuk kapal-kapal yang sedang berlayar. Berarti bukan untuk kapal-kapal yang berlabuh jangkar, diikat di daratan maupun kapal kandas.
3      Mulai belajar aturan per aturan, sebaiknya diawali dengan menghafal tiap-tiap aturan (lebih baik yang berbahasa Inggris). Bagi para taruna yang masih muda-muda sebenarnya menghafal tiap-tiap aturan adalah bukan suatu yang sulit. Belajar memahami intepretasi tiap-tiap aturan adalah tujuan akhir dari menghafal tiap-tiap aturan.
4      Setelah melakukan langkah-langkah nomor 1 – 3, lakukan lah diskusi kelompok. Lakukan tanya jawab yang digali dari masalah-masalah yang pernah terjadi atau mungkin akan terjadi di kapal.

Penutup
Demikian tulisan saya di atas, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dipraktekkan. Bila ada yang salah mohon koreksi dan bagi yang menghendaki diskusi bisa menghubungi saya di 0813 1535 3556 atau 0878 8905 0579 (Telp / SMS / WA)
Bersama Mr. Koji Sekimizu - Japan (Sekjen IMO 2012 - 2015) dan Mr. Jeffry Lantz - USA (Chairman sidang Council)