Sunday 12 May 2013

Sekilas "Maritime Labour Convention, 2006" (MLC 2006)


Pendahuluan

Atas permintaan teman, ijinkan saya membuat tulisan tentang Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi tentang Pekerja Maritim 2006) yang dikenal secara luas sebagai MLC 2006.

International Labour Organization (ILO) menyadari bahwa pelaut adalah pekerja yang memiliki karakter dan sifat pekerjaan yang berbeda dengan industri sektor lain. ILO juga menyadari bahwa sesuai dengan survey yang dilakukan berbagai organisasi,  transportasi barang dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu negara ke negara yang lain 90% dilakukan dengan menggunakan transportasi laut. Bahwa saat ini lebih dari 1,2 triliun pelaut bekerja untuk mengantarkan barang-barang tersebut melalui kapal-kapal dimana mereka bekerja. Oleh karena itu tidak hentinya para anggota ILO membahas bagaimana meningkatkan kesejahteraan pelaut melalui ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara mendunia.

MLC 2006 ini adalah instrument hukum yang dibuat oleh Organisasi Pekerja Internasional (International Labour OrganizationILO) yang di adopsi pada bulan Februari 2006 di Jenewa, Swiss. Sesuai dengan kebiasaan internasional, sebuah konvensi multilateral tidak dapat diberlakukan seketika, menunggu sampai sejumlah anggota meratifikasi konvensi tersebut.
Sesuai dengan salah satu artikel pada MLC 2006, konvensi ini baru bisa diberlakukan (come into force) satu tahun setelah 30 negara anggota atau sejumlah negara yang mewakili 33% gross tonnage armada internasional telah meratifikasinya.
Pada tanggal 20 Agustus 2012 persyaratan tersebut telah terpenuhi setelah Rusia dan Philippines meratifikasi konvensi tersebut. Sehingga MLC 2006 dapat diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2013. Negara yang telah meratifikasi tersebut yaitu: Croatia, Bulgaria , Canada, Saint Vincent and the Grenadines, Switzerland, Benin, Singapore, Denmark, Antigua and Barbuda, Latvia, Luxembourg, Kiribati, Netherlands, Australia, St Kitts and Nevis, Tuvalu, Togo, Poland, Palau, Sweden, Cyprus, Russian Federation, Philippines.

Menyusul kemudian negara2 Eropa lain yaitu:
1.     Finlandia (9 Januari 2013),
2.     Malta (22 Januari 2013),
3.     Yunani (8 Februari 2013) dan
4.     Perancis (28 Februari 2013).

Pada konferensi diplomatik saat di adopsinya MLC 2006, mantan Sekjen IMO H.E. E.E. Metropoulos (yang saat itu masih menjadi Sekjen IMO), sempat memberikan tanggapan terhadap MLC 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor maritim,  melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada sebelumnya yaitu: SOLAS 1974, MARPOL 1973/78 dan STCW 1978. E.E. Metropoulos dalam sambutannya menyampaikan bahwa upaya meningkatkan keselamatan maritim, keamanan maritim dan pencegahan pencemaran lingkungan maritim, IMO telah membuat instrumen yang cukup ketat (stringent) melalui 3 instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW tersebut. Namun mengingat IMO tidak memiliki kapasitas untuk membuat instrumen hukum yang komprehensive tntang perlindungan terhadap para pelaut, maka sudah tepat apabila ILO membuat MLC 2006 ini sebagai instrumen hukum internasional. Diterimanya MLC 2006 tersebut juga menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim Sedunia (World Maritime Day)  pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa pada tahun 2010 dicanangkan sebagai Tahun untuk Pelaut (Year of Seafarers).

Pernyataan mantan Sekjen IMO tersebut mendapat penghargaan yang tinggi di kalangan negara anggota ILO, sebagaimana pernah diungkap kembali oleh delegasi ILO yang mengikuti sidang MSC IMO tahun 2010 Miss Cleopatra Doumbia-Henry, Directur International Labour Standards Department International Labour Office.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang MLC 2006 serta rencana pemberlakuannya, dapat dilihat pada www.ilo.org/mlc.

Keuntungan apakah yang didapat dengan pemberlakan MLC 2006 nanti?

Sebenarnya ILO sebelumnya telah membuat dan memberlakukan berbagai konvensi untuk melindungi para pelaut seperti ILO 147, ILO 185 dan yang lainnya. MLC 2006 ini sebenarnya adalah merupakan rangkuman dari konvensi-konvensi ILO sebelumnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor maritim (Pelaut).

Apabila MLC 2006 ini diberlakukan, beberapa hak para pelaut akan dapat terpenuhi yaitu:
·      Tempat kerja yang aman (safe and secure) sesuai dengan standar keselamatan yang layak;
·      Syarat perjanjian kerja yang wajar (fair terms of employment);
·      Kerja dan kondisi tempat kerja dikapal yang layak; dan
·      Perlindungan kerja, perawatan kesehatan, kesejahteraan dan bentuk lainnya terhadap perlindungan social (Health protection, medical care, welfare measures and other forms of social protection).

Bagaimana pengaruhnya terhadap industri maritim secara luas?

Sebagaimana kita ketahui bahwa industri maritim belakangan ini mengalami kelesuan dengan kondisi ekonomi dunia secara umum. Industri maritim secara umum tentunya akan terpengaruh dengan rencana pemberlakuan MLC 2006 ini, terutama industri pembuatan kapal dan perusahaan pelayaran (operator kapal). Hal ini disebabkan karena apabila kita cermati pasal demi pasal pada MLC 2006, persyaratan untuk konstruksi kapal, yaitu tentang ukuran akomodasi awak kapal serta pengawakan, khususnya tuntutan kesejahteraan bagi awak kapal, cukup menjadi beban yang berat bagi perusahaan pelayaran. Oleh karena itu pada saat ini asosiasi-asosiasi pemilik dan operator kapal berupaya untuk menunda pemberlakuan MLC 2006 ini. Apabila dipaksakan diberlakukan, dikhawatirkan industri maritim yang saat ini sedang berjuang untuk hidup semakin berat.

Bagaimana sikap Pemerintah Indonesia terhadap rencana pemberlakuan MLC 2006?

Sejak di adopsi nya MLC 2006, pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Kementerian Tenaga Kerja telah berupaya merespon dan melakukan pengkajian-pengkajian terhadap dampak pemberlakuan MLC 2006. Setahu penulis, sudah banyak pegawai di jajaran Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkappel), Ditjen Hubla telah dikirim ke luar negeri intuk mempelajari lebih dalam tentang MLC 2006 dan bagaimana pemberlakuannya nanti. Secara nasional, perangkat hukum nasional seperti Peraturan Pemerintah nomor PP 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, juga telah direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan yang ada pada MLC 2006
Sebagai negara yang memiliki tenaga pelaut terbesar ke 3 (atau ke 4?) sedunia, pemerintah Indonesia perlu memikirkan secara serius untuk meratifikasi konvensi ini secepatnya, kalau tidak ingin para pelaut kita nantinya terlantar setelah MLC 2006 diberlakukan. Namun demikian, apabila meratifikasi, pemerintah Indonesia juga harus menyiapkan perangkat hukum nasional yang tepat untuk pelaksanaannya (implementasi). Selain itu, perlu memikirkan juga kondisi industri maritim nasional, khususnya perusahaan pelayaran nasional. Mampukah mereka memenuhi ketentuan-ketentuan yang harus menjadi tanggung jawabnya, mulai dari penyediaan akomodasi awak kapal, penggajian pelaut, kesejahteraan dan kesehatan para pelaut serta kesejahteraan keluarga pelaut?


Kesimpulan

Secara umum, MLC 2006 ini adalah sebagai "Seafarers' Bill of Rights", yaitu merupakan "tiket" bagi para pelaut untuk menuntut haknya sebagai pekerja, yang memiliki karakter berbeda dengan pekerja di sektor industri yang lain. Mengingat pentingnya MLC 2006 bagi kesejahteraan para pelaut, khususnya pelaut Indonesia, maka melalui tulisan ini, saya ingin mengingatkan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan percepatan proses ratifikasi terhadap konvensi ini agar para pelaut Indonesia serta perusahaan pelayaran nasional yang kapalnya pergi keluar negeri tidak mengalami masalah apabila konvensi ini nanti diberlakukan.

52 comments:

  1. mohon ijin, pak.
    tulisan bapak menarik dan membuka wawasan.
    Kuliah bapak selalu ditunggu-tunggu kelas saya.
    terima kasih

    ReplyDelete
  2. Apakah bisa di share pak mengenai Peraturan Pemerintah nomor PP 7 tahun 2000 tentang Kepelautan yang telah direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan yang ada pada MLC 2006 ?


    thanks

    ReplyDelete
  3. Dear Anonymous (????)
    Terima kasih telah membaca tulisan saya. Ttg tulisan saya "....PP 7/2000 telah direvisi", mungkin terlalu 'maju'(saya menyampaikannya terlalu dini). Saya memiliki tex nya, ttp saya tidak memiliki kewenangan untuk menyebar luaskan, karena belum dipublikasikan. Salah satu alasannya, tanpa merobah National Quality Standard System, agak sulit menerapkan revisi PP 7/2000 tsb. Kalau sudah dipublikasikan, dapat di unduh melalui www.http://kemhubri.dephub.go.id/perundangan/

    Salam

    ReplyDelete
  4. Atas pertanyaan teman, saya ingin menambahkan posting saya tentang MLC,2006 ini:
    - MLC 2006 adalah "Bill off right" bagi para pelaut. Jd, tujuannya adalah lebih meningkatkan perlindungan terhadap 'sosial security' bagi para pelaut
    -Teman2 pelaut tidak usah berfikir tentang 'tambah sertifikat' lagi, karena dr MLC hanya pemerintah dan perusahaan pelayaran yang diwajibkan menerbitkan sertifikat yaitu:
    - Maritime Labour Certificate (MLC), yang diterbitkan oleh pemerintah, yang menyatakan bahwa kapal tersebut telah memenuhi ketentuan2 pada MLC 2006 (Reg.5.1.3)
    - Interim Maritime Labour Certificate, sertifikat sementara MLC (Code A.5.1.3)
    - Declaration of Maritime Labour Compliance (Part I), diterbitkan oleh pemerintah
    - Declaration of Maritime Labour Compliance (Part II), diterbitkan oleh Pemilik Kapal

    Tentang pertanyaan: Apa bisa badan klasifikasi menerbitkan sertifikat MLC?
    Badan Klasifikasi bertindak sebagai 'Recognized Organization' (RO), bertindak atas nama pemerintah negara yang telah meratifikasi MLC 2006, dengan penunjukan resmi (penunjukan harus sesuai petunjuk/guideline yang ada pada resolusi IMO)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tambahan: sampai Desember 2013, sudah 54 negara yang meratifikasi MLC 2006. Indonesia belum.......lihat di www.ilo.org/

      Delete
    2. Maaf ralat: tertulis "Bill off Right". Harusnya: "Bill of Right'

      Delete
  5. Kalau Indonesia belum ikutan , berarti untuk perusahaan dalam negeri belum bisa diberlakukan MLC tersebut ya Capt....

    ReplyDelete
  6. Belum atau sudah meratifikasi, semua anggota ILO wajib memperhatikan ketentuan2 dlm MLC (memberlakukan?!). Quote:"Each member shall implement and enforce laws or regulation or other measures that it has adopted to fulfil its commitment under this Convention with respect to ships and seafarers under its jurisdiction" (Article V par.1). Selanjutnya paragraph 2 - 7 (Article V) selalu menyebutkan "member". Artinya, kewajiban negara yg meratifikasi dan yg tidak, SAMA. Tetapi hak/wewenangnya berbeda (misalnya hak menerbitkan sertifikat, hak memutuskan dlm sidang komite, dll)

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo Capt,

      saya ingin bertanya :
      1. Mengapa sampai saat ini Indonesia masih belum mau meratifikasi MLC 2006? lalu kalaupun sudah meratifikasi nantinya, apakah keuntungan untuk Indonesia sendiri?
      2. Boleh dijelaskan lagi Capt. tentang kewajiban negara yang meratifikasi dan yang tidak itu SAMA, tetapi hak/ wewenangnya berbeda?
      3. Setelah entry into force pada 2013 lalu secara masal, negara-negara yang baru meratifikasi MLC setelah agustus 2013 - entry into force nya untuk mereka mengapa baru 1 tahun kemudian dari tanggal diratifikasinya MLC oleh negara ybs?
      4. Bolehkah saya berdiskusi lebih lanjut via email Capt jika tidak keberatan, karena saya sedang meneliti tentang tema ini?

      terimakasih banyak Capt.

      Delete
    2. Adik_kecil, RI bukannya "belum mau" meratifikasi, tp "belum" meratifikasi. Sekarang msh proses akan meratifikasi.
      Kalo adik_kecil mau melakukan penelitian ttg MLC ini, sy sarankan baca dan pelajari mulai dari artikelnya sampai dengan regulation dan appendix nya. Kalo sdh baca, pertanyaan 2 sampe 4 akan terjawab semua. Maaf, bukannya sy ga mau jawab, tp sebenarnya tulisan sy yg asli dan tambahannya sdh menjawab pertanyaan adik_kecil. Btw kalo mau chatting dng sy, bs dng WA ato telp ke 081315353556 unt meminimalisir kesalahpahaman

      Delete
  7. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  8. Sikap apatis dari para owner ini yg memprihatinkan, meningkatkan kesejahteraan crew diatas kapal sesuai standard yg merupakan haknya tentunya akan menambah biaya operasional, biaya operasional naik kemungkinan profit menurun atau paling tdk tdk signifikan.

    ReplyDelete
  9. Lebih parah lagi krn pemerintah lebih memperhatikan kepentingan perusahaan dr od kepentingan pelaut Indonesia dan kepentingan nasional, termasuk recruitment agent di Indonesia

    ReplyDelete
  10. Capt, apa yang seharusnya di lakukan pelaut agar bisa membantu negara ini meratifikasi MLC ? ( bila memungkinkan )


    Yang kedua, apa langkah yang sudah dilakukan negara ini untuk meratifikasi MLC?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf br jawab.
      1. Para pelaut melalui organisasi2 yg ada memberi masukan secara terus menerus kpd Pemri ttg pentingnya ratifikasi MLC bagi RI (Pemri, pelaut dan perush pelayaran serta industri maritim nasional lainnya)

      2. Sejak thn 2007an seingat sy sdh vnyak yg dilakukan kerjasama antara Kemnaker n Kemhub dlm upaya ratifikasi. Ditjen hubla telah bbrpa kali mengirim SDM unt belajar MLC ke luar negeri. Tp kemudian....... Sepiiiiiii......?! Menurut sumber yg dpt dipercaya.....pemerintah lebih memfasilitasi kepentingan perush pelayaran😢😢.

      Delete
  11. Sudah saatnya MLC 2006 diratifikasi jika Indonesia mau berbicara tentang TOL LAUT

    ReplyDelete
  12. numpang tanya pak, sebenarnya siapa yang berhak untuk meratifikasi mlc 2006, dephub atau depnaker. setahu saya yang ditunjuk oleh ILO mengenai pekerja adalah DEPNAKER, sedangkan DEPHUB hanya tentang sertifikasi, itupun dari IMO. mohon penjelasannya pak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Gustaf, Pemerintah RI (pemri) menganut "satu pintu" untuk hubungan LN. Dlm hal penerimaan perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral, adalah tugasnya KEMLU. Vocal poin ILO (yg mengadopsi MLC 2006) adalah KEMNAKER. Tp krn ada kaitannya dng pelaut, maka Dirjenhubla melalui Subdit Kepelautan DITKAPPEL, jg tdk bs tinggal diam. Kalo ILO tahunya PEMRI. Soal entitas mana yg melakukan, adalah urusan dalam negeri RI. Hrsnya KEMLU, KEMHUB (Ditkappel) dan Kemnaker bekerja sama untuk mempercepat ratifikasi (aksesi).

      Delete
  13. capt, apa bedanya MLC 2006 dengan konvensi ILO No 188 tahun 2007?
    keduanya sama sama berbentuk konvensi sehingga bila negara meratifikasi tentunya akan menjadi bersifat "mengikat", dan keduanya sama sama memberikan perlindungan bagi pekerja di atas kapal, tetapi apa yang membedakan?
    Konvensi ILO no 188 memang ditujukan bagi pekerjaan dalam penangkapan ikan, artinya abk kapal ikan, apakah MLC juga demikian? ataukah ditujukan untuk abk secara luas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, ILO C 188 hanya diperuntukkan bagi mereka yang bekerja di kapal penangkap ikan. Sedangkan MLC 2006 untuk mereka yang bekerja di kapal selain kapal penangkap ikan.
      Saduran dari MLC 2006 Artikel II: "Except as expressly provided otherwise, this Convention applies to:
      All seafarers (paragarph 2)
      All ships, except for: fishing vessels, traditionally build ships, war ships and naval auxiliaries (paragraph 4)
      Di paragrap 2 memang dikatakan berlaku untuk semua pelaut. Tetapi para pelaut selain yang ada di kapal2 yang disebutkan di paragrap 4. Jadi, MLC 2006 tidak diberlakukan untuk pelaut yang bekerja di kapal penangkap ikan atau kapal produksi perikanan. Sebagai gantinya, untuk pelaut yang di kapal penangkap ikan dan produksi ikan di akomodir di ILO C-188.
      Btw, terima kasih telah membaca tulisan saya

      Delete
  14. Mantaap Captain....saya masih ingat joke atau standup comedy sebelum melakukan pengarahan kepada kami sewaktu masih taruna yaitu Captain mainkan saja yg akhirnya kapalnya yg bertahan dari badai.
    Seandainya Captain sebagai mantan pelaut dan juga bekerja di dephub yang tentunya sangat paham pihak mana yang memiliki wewenang untuk menggolkan/ratifikasi MLC 2006 akan sangat lebih daripada Captain mainkan saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha.....itu kan captain imajinasi....nanti ratifikasinya jg imajinasi gmna?

      Delete
    2. Hahaha.....itu kan captain imajinasi....nanti ratifikasinya jg imajinasi gmna?

      Delete
  15. Mohon maaf ya pak atas kebingungan saya berikutini:
    Jumlah pelaut 1,2 Trilyun.....?
    1,2 juta mungkin maksudnya y pak....?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu jlh pelaut sedunia sesuai data yg diperolèh ILO dik. Thn 2010 Sekjen IMO pernah menyatakan kekurangan pelaut di dunia sekitar 70 juta. Pelaut Indonesia saja sdh lebih dr 150 juta. Thn 2011 Indonesia pernah menyatakan kekurangan pelaut 17 juta. Masih bingung ya dik?

      Delete
    2. Itu jlh pelaut sedunia sesuai data yg diperolèh ILO dik. Thn 2010 Sekjen IMO pernah menyatakan kekurangan pelaut di dunia sekitar 70 juta. Pelaut Indonesia saja sdh lebih dr 150 juta. Thn 2011 Indonesia pernah menyatakan kekurangan pelaut 17 juta. Masih bingung ya dik?

      Delete
    3. "Bahwa saat ini lebih dari 1,2 triliun pelaut bekerja untuk mengantarkan barang-barang tersebut melalui kapal-kapal dimana mereka bekerja.1,2 triliun pelaut bekerja untuk mengantarkan barang-barang tersebut " Izin Capt,mungkin yg dimaksud pertanyaan Haspar Wijaya, yang mau di koreksi pada tulisan Capt. Terimakasih

      Delete
    4. Iya pak Joko. Tksh. Saya dulu jawabnya sambil ngantuk..hehehe

      Delete
  16. Masalah kesejahteraan pelaut.
    Setidaknya belum lama ini saya dapat pengalaman yg tidak mengenakan, begini kejadiannya:
    Selama 18 tahun berlayar saya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini bahkan hampir kondit saya diatas kapal adalah tidak pernah ada masalah. Cuma yang terahir ini saya join dikapal korea kumpul sama orang korea juga sudah biasa hmpir 14 tahun terahir ini selalu kumpul sama orang korea juga tidak pernah ada masalah. Tapi yang terahir ini kumpul sama master yang bisa saya katakan kasar or brengsek kalau manuver dianjungan panik dan suka berkata kasar juga kalau posisi muka belakang atau berthing atau unberthing kata2 kasarnya terus keluar maunya ngorder dilakukan dengan cepat tanpa melihat situasi dan kondisi di belakan/ stern side dan posisi saya 2nd off adalah dibelakang. Tapi yang saya herankan kalau ngorder ke haluan C/ Off tidak pernah saya dengar kasar karena C/Off adalah orang korea mungkin. Master ini tidak mengahargai orang indonesia tpi menghargai orang sebangsanya saja. Mungkin anggapan dia harkat dan martabat orang indonesia lebih rendah. Minggu pertama tak biarkan saja karena saya baru join tapi setelah satu bulan saya dikapal karena terus begitu maka mulai saya lawan dan klimaknya perjalanan dari China menuju Busan korea saya dan dia berantem itupun belum adu fisik dan setelah kapal nyampe Pusan tiba2 secara sepihak saya diturunkan tanpa pemberitahuan hari sebelumnya. Saya sebelum turun menayakan perihal gaji saya yang satu bulan Master bilang akan dibqyar penuh oleh agent di Jakarta. Saya percaya karena saya tidak pernah mengalami kejadian yang seperti ini. Tapi semenjak saya turun tanggal 24 feb 2016 sampai detik ini saya belum menerima gaji saya. Saya mencoba telpon mendapat jawaban yang yang tidak pasti bahkan terkadang telpon tidak dijawab bahkan saya emailpun tidak dijawab. Mohon saran dari kawan2 pelaut dikarenakan anak istri perlu uang itu.


    Imam Sujadi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Iman, seharusnya begitu diturunkan, haknya diminta semua br pulang. Di Busan kan ada konjen RI. Bs minta bantuan ke Konjen. Tp itu sdh lewat. Yg spt ini unt perhatian teman pelaut yg lain saja.
      Untuk mas Iman, kelihatannya sdh sulit tuntutannya bs dipenuhi. Bbrpa kasus yg sy ketahui, agen atau perusahaan pasti lepas tangan krn ybs sdh kembali ke kota asalnya. Maaf, itu yg sy ketahui. Mudah2an usaha mas Iman menuntut haknya bisa membuahkan hasil. Amin

      Delete
    2. Mas Iman, seharusnya begitu diturunkan, haknya diminta semua br pulang. Di Busan kan ada konjen RI. Bs minta bantuan ke Konjen. Tp itu sdh lewat. Yg spt ini unt perhatian teman pelaut yg lain saja.
      Untuk mas Iman, kelihatannya sdh sulit tuntutannya bs dipenuhi. Bbrpa kasus yg sy ketahui, agen atau perusahaan pasti lepas tangan krn ybs sdh kembali ke kota asalnya. Maaf, itu yg sy ketahui. Mudah2an usaha mas Iman menuntut haknya bisa membuahkan hasil. Amin

      Delete
    3. Mas Iman, seharusnya begitu diturunkan, haknya diminta semua br pulang. Di Busan kan ada konjen RI. Bs minta bantuan ke Konjen. Tp itu sdh lewat. Ini unt perhatian yg lain saja.
      Untukas Iman, kelihatannya sdh sulit tuntutannya bs dipenuhi. Bbrpa kasus yg sy ketahui, agen atau perusahaan pasti lepas tangan krn sdh kembali ke kota asalnya. Maaf, itu yg sy ketahui

      Delete
  17. Masalah kesejahteraan pelaut.
    Setidaknya belum lama ini saya dapat pengalaman yg tidak mengenakan, begini kejadiannya:
    Selama 18 tahun berlayar saya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini bahkan hampir kondit saya diatas kapal adalah tidak pernah ada masalah. Cuma yang terahir ini saya join dikapal korea kumpul sama orang korea juga sudah biasa hmpir 14 tahun terahir ini selalu kumpul sama orang korea juga tidak pernah ada masalah. Tapi yang terahir ini kumpul sama master yang bisa saya katakan kasar or brengsek kalau manuver dianjungan panik dan suka berkata kasar juga kalau posisi muka belakang atau berthing atau unberthing kata2 kasarnya terus keluar maunya ngorder dilakukan dengan cepat tanpa melihat situasi dan kondisi di belakan/ stern side dan posisi saya 2nd off adalah dibelakang. Tapi yang saya herankan kalau ngorder ke haluan C/ Off tidak pernah saya dengar kasar karena C/Off adalah orang korea mungkin. Master ini tidak mengahargai orang indonesia tpi menghargai orang sebangsanya saja. Mungkin anggapan dia harkat dan martabat orang indonesia lebih rendah. Minggu pertama tak biarkan saja karena saya baru join tapi setelah satu bulan saya dikapal karena terus begitu maka mulai saya lawan dan klimaknya perjalanan dari China menuju Busan korea saya dan dia berantem itupun belum adu fisik dan setelah kapal nyampe Pusan tiba2 secara sepihak saya diturunkan tanpa pemberitahuan hari sebelumnya. Saya sebelum turun menayakan perihal gaji saya yang satu bulan Master bilang akan dibqyar penuh oleh agent di Jakarta. Saya percaya karena saya tidak pernah mengalami kejadian yang seperti ini. Tapi semenjak saya turun tanggal 24 feb 2016 sampai detik ini saya belum menerima gaji saya. Saya mencoba telpon mendapat jawaban yang yang tidak pasti bahkan terkadang telpon tidak dijawab bahkan saya emailpun tidak dijawab. Mohon saran dari kawan2 pelaut dikarenakan anak istri perlu uang itu.


    Imam Sujadi

    ReplyDelete
  18. Masalah kesejahteraan pelaut.
    Setidaknya belum lama ini saya dapat pengalaman yg tidak mengenakan, begini kejadiannya:
    Selama 18 tahun berlayar saya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini bahkan hampir kondit saya diatas kapal adalah tidak pernah ada masalah. Cuma yang terahir ini saya join dikapal korea kumpul sama orang korea juga sudah biasa hmpir 14 tahun terahir ini selalu kumpul sama orang korea juga tidak pernah ada masalah. Tapi yang terahir ini kumpul sama master yang bisa saya katakan kasar or brengsek kalau manuver dianjungan panik dan suka berkata kasar juga kalau posisi muka belakang atau berthing atau unberthing kata2 kasarnya terus keluar maunya ngorder dilakukan dengan cepat tanpa melihat situasi dan kondisi di belakan/ stern side dan posisi saya 2nd off adalah dibelakang. Tapi yang saya herankan kalau ngorder ke haluan C/ Off tidak pernah saya dengar kasar karena C/Off adalah orang korea mungkin. Master ini tidak mengahargai orang indonesia tpi menghargai orang sebangsanya saja. Mungkin anggapan dia harkat dan martabat orang indonesia lebih rendah. Minggu pertama tak biarkan saja karena saya baru join tapi setelah satu bulan saya dikapal karena terus begitu maka mulai saya lawan dan klimaknya perjalanan dari China menuju Busan korea saya dan dia berantem itupun belum adu fisik dan setelah kapal nyampe Pusan tiba2 secara sepihak saya diturunkan tanpa pemberitahuan hari sebelumnya. Saya sebelum turun menayakan perihal gaji saya yang satu bulan Master bilang akan dibqyar penuh oleh agent di Jakarta. Saya percaya karena saya tidak pernah mengalami kejadian yang seperti ini. Tapi semenjak saya turun tanggal 24 feb 2016 sampai detik ini saya belum menerima gaji saya. Saya mencoba telpon mendapat jawaban yang yang tidak pasti bahkan terkadang telpon tidak dijawab bahkan saya emailpun tidak dijawab. Mohon saran dari kawan2 pelaut dikarenakan anak istri perlu uang itu.


    Imam Sujadi

    ReplyDelete
  19. Salam
    Capt..apa hasil dari tuntutan demo kawan2 pelaut,apakah hanya sebatas demo tdk ada keselanjutannya dari pemerintah kita..????

    ReplyDelete
  20. Tentunya pemerintah ya memperhatikan mas. Tp dr tuntutan teman2 pelaut kan ada yg sulit untuk langsung dipenuhi. Misalnya ratifikasi MLC 2006 kan melibatkan DPR, Kemnaker, Kemhub dan Kemlu...
    Mengenai gaji kan tergantung jg dr kemampuan perusahaan pelayaran. Salah2 nanti pelaut standard gajinya pake UMR. Kan repot?!

    ReplyDelete
  21. Tentunya pemerintah ya memperhatikan mas. Tp dr tuntutan teman2 pelaut kan ada yg sulit untuk langsung dipenuhi. Misalnya ratifikasi MLC 2006 kan melibatkan DPR, Kemnaker, Kemhub dan Kemlu...
    Mengenai gaji kan tergantung jg dr kemampuan perusahaan pelayaran. Salah2 nanti pelaut standard gajinya pake UMR. Kan repot?!

    ReplyDelete
  22. Selamat malam kapten,maaf menganggu waktunya. Saya sedang menyusun penulisan hukum(skripsi) mengenai perlindungan hukum terhadap anak buah kapal dengan mengacu pada undang-undang nomor 15 tahun 2016 mengenai ratifikasi MLC 2006. Ijinkan saya bertanya mengenai literatur yang boleh saya dapatkan yang ada hubungannya dengan MLC 2006 maupun tentang anak buah kapal. Saya juga meminta kontak kapten baik nomor HP maupun alamat kantor yang bisa saya kunjungi untuk saya wawancara ataupun brainstorming terkait MLC 2006. Terimakasih.

    ReplyDelete
  23. Selamat malam capt. Maaf menganggu waktunya. Saat ini saya sedang menyusun skripsi terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak buah kapal yang mengacu pada undang-undang nomor 15 tahun 2016 tentang ratifikasi MLC,2006. Sekiranya berkenan boleh saya bertanya dan meminta pandangan terkait dengan MLC 2006. Pertanyaan saya:
    1. Apakah ada suatu kasus mengenai anak buah kapal tentang pemenuhan hak dan kewajibannya atau perselisihan hubungan kerja antara anak buah kapal dengan pengusaha/nahkoda dan mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum diratifikasinya MLC 2006?
    2. Sekiranya berkenan kapten, boleh saya meminta referensi maupun literatur yang berkaitan dengan MLC 2006? Soalnya saya kesulitan untuk mencari literatur mengenai tenaga kerja laut maupun terjemahan dari MLC 2006 ini.
    3. Sekiranya berkenan kapten, boleh saya meminta kontak HP maupun alamat kantor kapten untuk saya wawancara maupun brainstorming mengenai MLC 2006 ini ataupun tentang tenaga kerja kapal?
    Terimakasih sebelumnya kapten.
    2.

    ReplyDelete
  24. Selamat Siang Pak
    Saya tertarik dengan artikel nya bapak.
    Saya langsung saja to the point untuk masalah penerapan MLC di indonesia knp tidak maksimal atau ditunda?
    Kalau saya boleh berbicara blak-blakan ke pengusaha atau owner perusahaan pelayaran di nusantara ini ya sudahlah dengan kondisi finansial yang minim untuk menjalankan sektor playaran wong jagan dipaksakan ujung2nya yang di korbankan pelaut nya sendiri, lebih baik merger ke perusahaan besar yang ada di indonesia ini jagan malu2,tingal dicari winwin solusi,sudah banyak berita tentang penderitaan pelaut yg berada di nusantara ini, Begitu datang MLC 2006 tambah lebih rumetkan coba kalau merger beban tidak begitu besar diterima dengan kedatagan MLC 2006 ini.
    Cukup sekian pak uneg2 saya ini semoga bisa memberikasi inpirasi pak :)
    Salam
    Seafarer Indonesia.

    ReplyDelete
  25. Dear Anonymous,
    Pertama, sy ucapkan terima kasih telah membaca tulisan saya.
    Sebenarnya tulisan sy diatas perlu diluruskan krn sekarang RI sdh meratifikasi sejak 2016. Tentunya sekarang kita sdh punya hak dan kewajiban penuh dalam implementasinya.
    RI jg sdh memiliki UU no.15 tahun 2016 dan UU ketenaga kerjaan yang “in line” dng ketentuan2 internasional khususnya ketentuan2 dr ILO.
    Kalo dlm pelaksanaannya belum sepenuhnya bs dilaksanakan krn msh bnyak faktor hambatan. Misalnya SDM. Menurut sy, yg sangat menentukan adalah fungsi pengawasan. Pengawasan dri pemerintah saja ga cukup. Pelaut secara individu maupun organisasi sehrsnya membantu pemerintah dng cara memberikan masukan2 dan ‘pressure’ yg terus menerus. Perusahaan pelayaran melalui INSA sehrsnya jg bs memberikan ‘pressure’ agar MLC 2006 dpt dilaksanakan sebagaimana mestinya.

    ReplyDelete
  26. Terimakasih atas ilmu pengetahuannya pak, mohon ijin share alamat blog Bapak pada blog saya.

    Hormat saya
    Pulung Wasesa Bayu Aji

    ReplyDelete
  27. Selamat malam capt, saya ingin menanyakan masalah ratifikasi MLC 2016 yang tertuang didalam UU. No. 15 Tahun 2016. Menurut pendapat capt apakah kalimat " ketentuan minimum bagi para pelaut untuk bekerja dikapal " apakah ini bisa disandarkan sebagai dasar penentuan Upah Dasar Minimum Pelaut juga ? Dan apakah dasar pengupahan tidak masuk dalam ratifikasi MLC 2006 yang telah diratifikasi oleh pemerintah indonesia dalam UU No. 15 tahun 2016 ?
    Terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Muhammad Rendy Reza, mohon maaf br respon pertanyaannya. Menurut sy bs juga diartikan demikian, ttp sulit utk dijadikan acuan standard minimal gaji pelaut krn kapal bergerak. Seharusnya memang pemerintah menetapkan upah minimum utk kpl2 liner, tramper, domestic dan ocean going. Ttp, baik dr Menaker maupun Kemenhub (pemerintah) kurang paham dan pelautnya atau organisasi pelaut Indonesia sendiri tdk memiliki “power” serta INSA yg “tutup mata”, shg tdk menjadi hal yg urgent. Dilain sisi, penggajian pelaut adalah mengikuti hukum dagang “supply and demand”. Menurut sy, perlu adanya pembicaraan tri-pertit. Ttp sekali lg, organisasi pelaut di RI tdk memiliki power sama sekali (bandingkan dng Philippines atau negara2 Eropah). Dulu pernah ada pembicaraan di DPR dmna salah satu anggota DPR mencoba memperjuangkan nasib pelaut. Ttp yg bicara tdk faham sama sekali sehingga bucaranya bias ga karuan. Kelihatannya sdh puas dng menyalahkan pemerintah dan tdk ada tindak lanjutnya.
      Ratifikasi MLC 2006 dan terbitnya UU no 15 thn 2016 adalah etikad baik pemerintah. Sehrsnya ini menjadi momentum untuk berjuang memperbaiki nasib pelaut (tdk hanya gaji saja, ttp kesejahteraan dan kesehatan kerja), tp dr sisi pelautnya sendiri usahanya masih sangat kurang

      Delete
  28. Mohon Izin Pak, apakah certificate MLC yg diterbitkan dg masa berlaku tsb ada endors tahunan atau periodik, mohon petunjuknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak, semua sertifikat kelaik-lautan termasuk MLC perlu diperbaharui. Maaf, prosesur rinci kiranya bukan kewenangan sy untuk menyampaikan. Namun demikian sy terima kasih atas kepercayaan bpk kpd sy.

      Delete
  29. Selamat Sore Capt.

    Mau bertanya mengenai fungsi dan beda dari SIUPPAK dan sertifikat compliance MLC capt.

    Karena sy sedang coba cari info utk menjadi manning agent

    trm ksh capt

    ReplyDelete
  30. Terima kasih Capt. Hadi
    Saya mendapatkan turunan aturan yang dapat digunakan untuk bahan karya tulis.

    ReplyDelete
  31. Dapatkah Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Perhubungan / Ditjen Perhubungan Laut dan Kementerian tenaga keja membuat suatu formulasi standard Gaji Bagi Pelaut Indonesia yang bekerja di perusahaan milik Indonesia?
    Maaf saya pernah ikut POKJA antara SKK-MIGAS dan Perhubungan Laut Tahun 2014 di Surabaya , sampai saat ini pertanyaan saya saat POKJA Tersebut mengenai standard Gaji Pelaut di Perusahaan Indonesia belum bisa dijawab dan terealisasi sampai sekarang, pertanyaannya sebenarnya sederhana, bukannya nggak bisa , tapi MAU APA NGGAK ? Terima Kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu pernah ada Perjanjian antara KPI dan INSA tentang standard gaji pelaut, tp timpang krn bila ada perselisihan pihak pelaut selalu kalah. Padahal, pelaut harus menjadi anggota KPI dan membayar iuran bulanan. Akhirnya BUBAR. Menurut saya, walau tidak bisa dibuat standard gaji (besaran UMR), kalau Undang2 no 15 tahun 2016 (pengesahan MLC 2006) dilaksanakan dengan baik, maka kesejahteraan pelaut dan keluarganya akan lebih baik. Yang paling berat adalah tugas Syahbandar krn akan sibuk membela pelaut dengan tidak mengeluarkan SPB kapal dr perusahaan yang nakal. Mampukah mereka? Krn selama ini pressure dr perusahaan pelayaran lebih kuat dibandingkan dr pelaut (walau syahbandarnya dulu pelaut juga).

      Delete