Friday 13 September 2019

Perkembangan Instrumen Hukum IMO tentang Perlindungan Lingkungan Maritim.

Pendahuluan
            Bahwa tema hari maritim sedunia tahun 2020 (WMD 2020) telah ditetapkan pada sidang Dewan(Council meeting) sesi yang ke 122 dari tanggal 15 – 19 Juli 2019, yaitu “Sustainable shipping for a sustainable planet” sebagaimana tertuang pada dokumen IMO (International Maritime Organizationnomor C.122. Pada dasarnya tema di atas adalah merupakan upaya negara-negara anggota IMO untuk ikut serta menyelamatkan planet bumi yang sejalan dengan SDG (Sustainable Development Goal) yang digariskan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). 
            Seiring dengan itu, penulis memperkirakan pada tahun yang akan datang (tahun 2020) pembahasan di sidang-sidang IMO akan banyak membahas tentang upaya perlindungan lingkungan maritim. Dalam upaya mencegah pencemaran lingkungan laut, instrumen hukum utama IMO yang saat ini dipakai adalah yang kita kenal dengan MARPOL (International Convention for the preventing of marine pollution from ships). MARPOL ini adalah MARPOL 1973/78. Namun dalam perkembangannya, pada tahun 1997 diperkenalkan instrument baru yang dimasukkan kedalam MARPOL, yaitu tentang perlindungan lingkungan maritim pencegahan pencemaran udara dari kapal, yang kita kenal dengan MARPOL Annex VI. MARPOL Annex VI ini adalah MARPOL Protocol 1997. Bukan MARPOL 1973/78. Lebih khusus lagi, hanya MARPOL yang sistim penerimaannya oleh negara-negara anggota (proses ratifikasi) berdasarkan Annexper Annex. Tiap Annexwaktu mulai pemberlakuannya pun berbeda-beda. 
Dilomatic Conference Hongkong Convention 2009
Sudah sejak beberapa tahun terakhir pembahasan di sidang-sidang IMO bertambah banyak. Hal ini antara lain adalah akibat dari perkembangan teknologi dan pertumbuhan perdagangan dengan menggunakan transportasi kapal laut. Dari banyak sidang-sidang yang dilaksanakan, pada akhirnya menghasilkan peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan baru di sektor maritim (disebut instrument hukum IMO). Di IMO, ketentuan-ketentuan tersebut dituangkan ke dalam bentuk Konvensi (Convention), Protokol (Protocol), Resolusi Komite (MSC/MEPC Resolution), Perjanjian (Agreement) ataupun berupa Edaran (Circular).Code(seperti ISM CodeISPS CodeIMDG Code, dsb.) juga instrument hukum tetapi bukan peraturan. Codemerupakan petunjuk rinci atau ketentuan melaksanakan peraturan/konvensi. Bentuk dari ketentuan-ketentuan atau perturan tersebut tentunya disesuaikan dengan tingkat kepentingan dan kaidah hukum internasional yang berlaku (Catatan: Since I am not an expert in international law, I am not in position to explain thus). Perobahan dan penambahan peraturan-perturan dan/atau ketentuan-ketentuan dari IMO ini begitu banyak dan bertubi-tubi, dan dapat dikatakan terlalu cepat. Dalam banyak kasus, tidak dapat diikuti dengan baik oleh berbagai pihak (party) yang menjadi pemegang kepentingan (stakeholders), sehingga terjadi kesalahan didalam memahami dan mengimplementasikannya. 
Yang mendorong penulis untuk membuat artikel ini adalah berkembangnya pemahaman yang salah oleh berbagai lapisan masyarakat maritim di Indonesia, bahwa MARPOL 1973/78 sekarang ini ada 10 Annex(termasuk di dalamnya Ballast Water, Anti Fouling, Noise reduction danVibration by ships). Pemahaman tersebut adalah salah. Yang benar adalah, apabila kita menyoal MARPOL 1973/78 (International Convention for the preventing of marine pollution from ships1973/1978) maka hanya ada 5 Annex(AnnexI, II, III, IV dan V). AnnexVI juga termasuk MARPOL, tetapi MARPOL Protocol 1997. Bukan MARPOL 1973/78. Tentang ballast water, dan anti fouling paintadalah merupakan konvensi-konvensi tersendiri. 
Sedangkan tentang pengaruh getaran kapal dan resonansi suara mesin kapal yang dapat merusak atau mengganggu satwa laut dibawahnya sudah sejak tahun 2007 (boleh jadi sebelumnya) memang sudah menjadi topik bahasan di sidang-sidang IMO khususnya di sidang komite MEPC (Marine Environmental Protection Committee) dan sub-sub komite seperti sub komite Design and Equipment(DE), yang sampai sekarang belum selesai pembahasannya. Sejak tahun 2007 sampai 2011 dimana pada waktu itu penulis sebagai Wakil Perutusan tetap Indonesia di IMO, selalu mengawal pembahasan di sidang-sidang IMO.

Diplomatic Conference HNS Convention 2010
MARPOL 1973/78 dan Protocol 1997
            MARPOL adalah salah satu pilar hukum utama dari IMO di sektor maritim selain SOLAS dan STCW. MARPOL juga sebagai induk dari semua konvensi IMO dalam upaya memberikan perlindungan terhadap lingkungan maritim dari berbagai ancaman polusi dan bahaya perusakan lain.
Kronologi adopsi dan pemberlakuan MARPOL adalah sebagai berikut:
·      Pada tanggal 2 November 1973 di adopsi MARPOL. Yang hanya terdiri dari AnnexI dan II. Sementara MARPOL 1973 belum diberlakukan, banyak kecelakaan terjadi khususnya terhadap kapal-kapal tanker terutama kecelakaan-kecelakaan pada tahun 1976 – 1977. Pada kajian-kajian terhadap kecelakaan yang terjadi (casualty analyses), ternyata yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan laut (pollutan) tidak hanya minyak dan cairan beracun saja. Kajian tentang pollutanmelebar sehingga hasilnya pada tahun 1978 diadopsi Protokol baru yang terdiri dari 3 Annex,dan disatukan dengan konvensi induk MARPOL. Kemudian dikenal dengan nama MARPOL 1973/78. MARPOL 1973/78 hanya terdiri dari 5 Annex. Pada tahun 1997 diadopsi protocol baru tentang pencemaran udara dari kapal, yang kemudian dijadikan Annex VI MARPOL (MARPOL Protocol 1997);
·      MARPOLAnnexI dan II mulai diberlakukan pada tanggal 2 Oktober 1983;
·      MARPOLAnnexIII mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1992;
·      MARPOLAnnexIV mulai diberlakukan pada tanggal 27 September 2003;
·      MARPOLAnnexV mulai diberlakukan pada tanggal 31 Desember 1988;
·      MARPOLAnnexVI mulai diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2005.
Selengkapnya dapat dilihat di:
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi MARPOL AnnexI dan II pada 9 September 1986 melalui Keppres nomor 46 tahun 1986. Sedangkan MARPOL AnnexIII, IV, V dan VI diratifikasi secara bersamaan pada tanggal 20 Maret 2012 melalui Peraturan Presiden nomor 29 Tahun 2012.
            
Konvensi IMO lain mengenai perlindungan lingkungan maritim
·      International Convention for the Control and Management of Ships' Ballast Water and Sediments (BWM)yang di adopsi pada tahun 2004  (BWM 2004) dan mulai diberlakukan tahun 2017. 
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi pada tanggal 24 November 2015 melalui Peraturan Presiden nomor 132 tahun 2015. 

·     International Convention on the Control of Harmful Anti-fouling Systems on Shipsyang di adopsi tahun 2001 (Anti-fouling 2001) dan mulai diberlakukan tahun 2008. 

http://www.imo.org/en/About/Conventions/ListOfConventions/Pages/International-Convention-on-the-Control-of-Harmful-Anti-fouling-Systems-on-Ships-(AFS).aspx

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi melalui Perpres nomor 66 tahun 2014 tertanggal 3 Juli 2014
·      International Convention on Civil Liability for Bunker Oil Pollution Damage (BUNKER) 2001.Di adopsi pada tanggal 23 Maret 2001. Mulai diberlakukan tanggal 21 November 2008.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi melalui Perpres nomor 65 tahun 2014 tertanggal 3 Juli 2014.
            
·       International Convention for the Safe and Environmentally Sound Recycling of Shipsyang diadopsi tahun 2009di Hongkong(Hongkong Convention 2009). Belum diberlakukan, dan pemerintah Indonesia juga belum meratifikasi.
Sebenarnya masih ada beberapa lagi konvensi IMO yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran laut. Misalnya:
Penutup
Di IMO, apabila kita menyebut ‘MARPOL’, berarti “International Convention for the preventing of marine pollution from ships. Ini berarti MARPOL 1973/78 + Protocol 1997 (Annex I sampai VI). Tidak semua ketentuan atau instrument hukum IMO yang behubungan denagn pencegahan pencemaran laut bisa dikatakana MARPOL. Demikian pula Ballast Water Management, bukan MARPOL Annex VII.         

Demikianlah uraian tentang MARPOL, semoga dapat menjadi referensi bagi teman-teman semua, khususnya teman-teman yang mengajar Hukum Maritim, MARPOL atau yang lainnya di Diklat-Diklat Maritim di Indonesia. Penulis berupaya untuk selalu up-datedalam masalah ini, namun apabila ada teman pembaca yang lebih tahu perkembangannya dan up-datenya, dengan segala kerendahan hati penulis mohon pencerahannya.

Sebagai Ketua DELRI pada Dilomatic Conference Hongkong Convention 2009
Sebagai catatan, sebenarnya menurut data di IMO, Pemerintah Indonesia tidak pernah melakukan penerimaan konvensi IMO melalui proses yang namanya ratifikasi. Yang dilakukan adalah aksesi. Dalam proses ratifikasi harus diawali dengan yang namanya signature. Sedangkan aksesi tidak perlu melalui signature. Tentang Signature, Ratification dan Accession dapat dilihat di https://www.hadisupriyonommm.com/2010/12/penerimaan-perjanjian-internasional.html
Penandatanganan adopsi Text Hongkong Convention 2009

Dilomatic Conference Hongkong Convention 2009

Tuesday 27 August 2019

Tema Hari Maritim Sedunia tahun 2020: “Sustainable shipping for a sustainable planet”


Capt. Hadi Supriyono, M.M. M.Mar.
Pendahuluan
Tahun 2019 sudah akan berakhir beberapa bulan lagi. Tahun 2020 telah menyongsong kita semua termasuk kita sebagai insan maritim.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tema hari maritime sedunia tahun 2019 adalah “Empowering women in maritime community”, dimana semua negara anggota IMO dan semua industri maritim dunia secara bersemangat berupaya untuk melaksanakannya. Banyak hal yang sudah dicapai, namun menurut kajian di IMO, masih banyak yang belum dicapai, sehingga masih perlu dilanjutkan upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam mempromosikan perempuan di dalam ikut serta memajukan industri maritim, baik secara nasional maupun internasional.
Pada sidang Dewan (Council meeting)sesi yang ke 122 dari tanggal 15 – 19 Juli 2019, secara aklamasi anggota Dewan telah mengukuhkan Tema Hari Maritim seDunia (World Maritime Day Theme) tahun 2020 sesuai dengan usulan Sekretaris Jenderal IMO Mr. Kitack Lim, yaitu “Sustainable shipping for a sustainable planet”sebagaimana tertuang pada dokumen IMO nomor C.122/D.

Hasil evaluasi tema hari maritime sedunia 2019
Bon voyage Oasis PIP Semarang 2019
            Walaupun resepsi merayakan hari maritim sedunia di markas IMO di London masih akan dilakukan bulan September 2019, namun pada agenda item 17 sidang Dewan sesi yang ke 122 bulan Juli yang lalu telah dilakukan pembahasan dan evaluasi pelaksanaan tema hari maritim tahun 2019. Dari hasil kajian di berbagai negara, pada sidang Dewan disimpulkan bahwa walaupun upaya telah dilakukan, namun masih banyak disparitas dalam pekerjaan di sector maritime yang kurang berimbang antara pria dan wanita (Dokumen C.122/17(d)/1). Masih banyak kendala-kendala yang belum dapat diatasi dalam melibatkan wanita di sektor maritim, terutama pelaut wanita. Hal ini menjadi catatan khusus pada sidang Dewan sesi ke 122 yang lalu. Sehingga Dewan IMO meminta kepada semua negara anggota IMO baik melalui pemerintah maupun industri di sektor maritim – termasuk perusahaan pelayaran – untuk terus melanjutkan upaya mengurangi disparitas dan kesenjangan serta hambatan yang ada, sehingga kesetaraan gender di sektor maritim dapat dicapai sebagaimana diamanatkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui SDG (Sustainable Development Goal) nya.

“Sustainable shipping for a sustainable planet”
            Ide tema hari maritim seduini tahun 2020 “Sustainable shipping for a sustainable planet” di atas dikaitkan dengan dua SDG PBB yaitu poin ke 13 (Climate Action) dan poin ke 14 (Live below water). Oleh karena itu, focus diskusi dan perhatian negara anggota IMO baik pada sidang-sidang IMO pada tahun 2020 nanti, dalam membuat aturan-aturan maupun perhatian industri maritim, adalah pada perlindungan lingkungan maritim. 
Sebenarnya dalam menyikapi Climate Action, IMO telah melakukan berbagai perdebatan berkepanjangan dan sudah lama berjalan khususnya setelah UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) melaksanakan konferensinya di Bali tahun 2007 yang hasilknya terkenal dengan nama Bali Roadmap 2007. Penulis merasakan betul selama menjadi Atase Perhubungan di London dari tahun 2007 – 2011, pembahasan tentang penanganan perobahan cuaca melalui sidang-sidang MEPC (Marine Environment Protection Committee) dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak. Boleh jadi melebihi bahasan di sidang-sidang MSC (Maritime Safety Committee). Hasil pembahasan di sidang-sidang IMO tersebut juga telah dituangkan kedalam konvensi MARPOL, termasuk memasukkan CO2ke dalam Annex VI Marpol 1973/1978.
Seiring dengan itu, sebenarnya pembahasan tentang polusi suara dari kapal(yang dapat mengganggu kehidupan satwa bawah air) juga telah lama di bahas di IMO bersamaan dengan pembahasan perobahan-perobahan yang dilakukan pada Ballast Water Management Convention 2006 dan MARPOL 1973/78, khususnya di sidang-sidang sub-Komite DE (Design and Equipment). Namun sampai saat ini masih banyak yang menjadi kajian dan bahasan berkaitan dengan pembangunan kapal yang mesinnya ramah lingkungan sehingga tidak mengganggu kehidupan satwa di laut.
Dengan tema hari maritim sedunia “Sustainable shipping for a sustainable planet” pada tahun 2020, diharapkan sidang-sidang di IMO pada tahun 2020 lebih meningkatkan perhatiannya kepada pencegahan pencemaran udara dari kapal dan perlindungan satwa di laut. Demikian pula pemerintah negara anggota IMO serta semua pihak yang terkait dengan industri maritim secara bersama-sama focus bersungguh-sungguh memperhatikan lingkungan maritim khususnya yang berhubungan dengan Climate Actiondan Life below water.

Penutup
Menghadapi tahun 2020, pemerintah Indonesia dan insan maritim Indonesia, termasuk pendidikan dan pelatihan bagi para pelaut dan SDM maritim Indonesia tentunya harus berbenah diri untuk ikut meramaikan upaya-upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan meningkatkan perlindungan lingkungan maritim. Dapat berupa seminar, loka karya, pengabdian masyarakat, dan sebagainya.
Yang perlu diingat juga adalah bahwa apapun yang kita lakukan perlu kiranya dikumandangkan (disampaikan) pada sidang-sidang IMO. Untuk itu penulis menghimbau, apabila ada pembaca tulisan ini berkesempatan mengikuti sidang IMO, jangan lupa untuk menyuarakan apa yang sudah kita lakukan – walaupun hanya satu dua kalimat. Sehingga semua negara anggota IMO mengetahui bahwa Indonesia telah ikut mensukseskan tema Hari Maritim Sedunia tersebut.

Mengikuti siding Legal Committee di IMO


Wednesday 27 February 2019

Tema Hari Maritim Sedunia 2019 “Empowering Women in The Maritime Community”


Pendahuluan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya beberapa kali telah menulis tentang tema hari maritim sedunia yang oleh IMO (International Maritime Organization) selalu dicanangkan sebagai momentum kegiatan, baik di sidang-sidang di IMO maupun focus kegiatan oleh semua negara anggota IMO di sector maritim pada tahun itu.
Pada tahun ini IMO mencanangkan tema hari maritim sedunia dengan judul “Empowering Women in The Maritime Community” atau kalau diterjemahkan kiranya berarti “Penguatan peran wanita di dalam komunitas maritim” (maaf kalau salah).
Tema itu dipilih oleh Sekjen IMO Mr. Ki Tack Lim, mengacu pada keinginan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) dalam mencapai cita-cita pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goal (SDG) yang sudah dicanangkan sejak tahun 2015.

Sustainable Development Goals (SDGs)
PBB sebagai organisasi dunia antar bangsa yang anggotanya hampir semua negara di dunia, berawal dari pertemuannya bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil, yang dihadiri oleh 178 negara anggota yang populer dengan nama Earth Summit telah menghasilkan 21 poin kesepakatan bagaimana menyelamatkan bumi, meningkatkan kualitas hidup manusia dan perlindungan lingkungan, yang dilakukan secara bekerjasama antar bangsa dan berkelanjutan.
Pada pertemuannya di New York bulan September tahun 2000, negara-negara anggota PBB menegaskan kembali kesepakatan yang pernah dibuat sebelumnya, dan dikenal dengan Millenium Development Goals (MDG).
Pada tahun 2015 negara-negara anggota PBB sekali lagi sepakat memantabkan cita-cita yang pernah dideklarasikan sejak 1992 tersebut menjadi 17 poin penting yang harus dikerjakan, yang kemudian sampai sekarang dikenal dengan nama Sustainable Development Goal (SDGs). Cita-cita pembangunan yang berkelanjutan……. SDGs ini akan berlanjut terus dengan perkiraan dapat dicapai keseluruhan pada tahun 2030.
15 cita-cita dalam SDG tersebut adalah:
1.     Tidak ada kemiskinan (No poverty)
2.     Tidak ada kelaparan (No Hunger)
3.     Kesehatan yang bagus dan hidup layak (Good health and well-being)
4.     Pendidikan yang bermutu (Education quality)
5.     Terciptanya kesamaan gender (Gender Equality)
6.     Tersedianya air bersih dan sanitasi yang baik (Clean water and sanitation)
7.     Sumber tenaga yang bersih dan terjangkau (Afordable and clean energy)
8.     Kerja layak dan pertumbuhan ekonomi baik (Decent works and economic growth)
9.     Industri, inovasi dan infrastruktur (Industry, innovation and infrastructure)
10.  Berkurangnya ketidaksetaraan (Reduce inequality)
11.  Komunitas dan kota-kota yang berkelanjutan (Sustainable cities and communities)
12.  Konsumsi dan produksi yang seimbang (Responsible consumption and production)
13.  Tindakan berkaitan dengan cuaca (Climate action)
14.  Kehidupan bawah air (Life below water)
15.  Kehidupan di darat (Life on land)
16.  Perdamaian, keadilan dan pemerintahan yang kuat (Peace, justice and strong institution)
17.  Kebersamaan dalam mencapai tujuan (Partnerships for the goals)
                                                                                      
Sebagaimana kita ketahui bahwa ke 17 cita-cita yang sudah disepakati negara-negara anggota PBB tersebut tidak dilakukan satu persatu tetapi bersamaan dan sejak tahun 2015 telah dikuatkan dan dirumuskan secara jelas. IMO sebagai organisasi internasional yang merupakan badan khusus PBB yang bertanggung-jawab tentang pengaturan di sector maritim, memiliki tanggung jawab untuk ikut membantu tercapainya 17 cita-cita SDG tersebut. Setiap tahun tema hari maritim sedunia selalu dikaitkan dengan salah satu SDG tersebut.
 
https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs

“Empowering Women in The Maritime Community”
Dengan mencanangkan tema hari maritim sedunia pada tahun 2019 ini “Empowering Women in The Maritime Community”, tentunya tujuan utamanya adalah ikut serta membantu tercapainya tujuan SDG yang telah disepakati melalui organisasi PBB yaitu kesetaraan gender SDM di sector maritim, mengingat IMO adalah badan khusus PBB. Selain itu, dengan penguatan sumber daya manusia (SDM) wanita di sector maritim, diharapkan lebih dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dunia tanpa harus menggantungkan hanya pada SDM laki-laki.  Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Sekjen IMO bahwa selama ini sector maritim pada umumnya didominasi oleh SDM laki-laki. Dengan mengangkat tema tersebut, diharapkan dapat mengurangi kesan bahwa dunia maritim itu identic dengan lapangan kerja bagi laki-laki. Bahwa wanita yang bekerja di sector maritim hanya sebagai pelengkap saja.  Dengan penguatan peran wanita di komunitas sector maritim diharapkan di masa yang akan datang tidak ada lagi dominasi gender dalam bidang kerja di semua lini dalam sector maritim. Promosi jabatan manajemen yang lebih merata antara laki-laki dan wanita adalah salah satu tolok ukur tercapainya salah satu poin SDG tersebut.





Kegiatan IMO berkaitan dengan peringatan Hari Maritim Sedunia 2019
Kegiatan IMO yang sudah dijadwalkan pada tahun 2019 berkaitan dengan tema tersebut adalah:
  • 4-5 April - 3rd International conference on Empowering Women in the Maritime Community at the World Maritime University, Malmö, Sweden.
  • 15-17 September - World Maritime Day Parallel Event 2019 in Cartagena, Colombia.
  • 26 September - Celebration of World Maritime Day at IMO Headquarters, including special event.
Rincian kegiatan dan mungkin tambahan kegiatan lain akan diumumkan oleh Sekjen IMO.

Partisipasi Indonesia dalam mendukung tema Hari Maritim Dunia 2019
Indonesia sebagai salah satu negara anggota Dewan IMO, seperti tahun-tahun sebelumnya tentunya telah merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan tema Hari Maritim Sedunia tersebut.
Sebenarnya tentang kesetaraan gender ini pemerintah Indonesia sudah lama mendukung dan melaksanakan. Malah sebelum dicanangkannya SDG tentang kesetaraan gender. Buktinya, Capt. Kartini yang telah kita kenal sejak lama menjadi nakhoda di kapal-kapal PT Pelni. Nakhoda dan Mualim kapal wanita di kapal-kapal Pertamina dan perusahaan pelayaran nasional lain yang bermunculan bertambah banyak. Cadet-cadet wanita yang makin tahun bertambah banyak. Salah satu anak wali taruna saya adalah cadet wanita program studi Teknika, jadi dia adalah calon Masinis Kapal. Dia bukan yang pertama karena sebelumnya telah ada.  Pimpinan-pimpinan organisasi dan perusahaan yang bergerak di sector maritim juga sudah lama tidak begitu membedakan gender. Misalnya Ketua INSA (Indonesian National Shipping Association), Direktur Utama PT Pelindo, dan lainnya.
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain:
1.     Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada para wanita yang bekerja di sector maritim untuk berpartisipasi di berbagai bidang pada kegiatan-kegiatan kemaritiman baik secara nasional maupun secara internasional misalnya dengan mengikutsertakan pada seminar-seminar, loka karya, konferensi, dan lain sebagainya;
2.     Mempromosikan para SDM wanita di sector maritim untuk menduduki jabatan yang strategis sesuai dengan kompetensianya yang selama ini mungkin hanya diduduki oleh tenaga kerja laki-laki;
3.     Meningkatkan kompetensi SDM wanita di sector maritim dengan program-program capacity-building baik secara nasional maupun partnership dengan negara-negara lain.

Penutup
            Demikianlah pendapat saya tentang tema Hari Maritim Sedunia tahun 2019 ini. Namun demikian, tentunya semua itu tidak ada usaha untuk “menyingkirkan” secara halus SDM laki-laki yang selama ini memang dapat diandalkan dalam memajukan pembangunan di sector maritim. Justru dengan “tantangan” ini diharapkan para SDM laki-laki lebih dapat meningkatkan kompetensinya agar tidak tergeserkan oleh kesetaraan gender tersebut di atas.