Pendahuluan:
Sejak
diberlakukannya STCW (Standards of
Training Certification and Watchkeeping for Seafarers) tahun 1978 amandemen
1995, banyak institusi diklat kepelautan yang mengalami kesulitan di lapangan dalam
mengimplementasikannya. Para pengajar harus bekerja keras untuk menyiapkan
bahan ajar yang mengambil dari berbagai sumber, agar sesuai dengan apa yang
disyaratkan oleh STCW. Mata pelajaran banyak yang berobah judul, dan kompetensi
yang harus dicapai tentunya juga berobah. Namun buku panduan belum ada. Bagi
para peserta diklat, juga harus bekerja keras untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan tanpa adanya buku pegangan yang memadai. Ujian negara, atau ujian
kompetensi dan sertifikasi pelaut menjadi momok yang menakutkan tidak hanya
bagi para peserta ujian, teapi juga bagi para pengajar karena tidak ada
keseragaman di berbagai diklat. Walaupun materi pengajaran di semua diklat
kepelautan sesuai dengan kurikulum dan silabi yang telah ditetapkan oleh Badan
Diklat Perhubungan (sekarang Badan Pengembangan SDM Perhubungan), namun
kenyataannya soal yang diujikan oleh DPKP (Dewan Penguji Keahlian Pelaut)
banyak yang tidak diajarkan di berbagai institusi diklat.
Pada
pertengahan tahun 2006 sampai awal tahun 2007, sewaktu penulis ditugaskan di
Bagian Program Pusdiklat Perhubungan Laut (sekarang Pusat Pengembangan SDM
Perhubungan Laut), dengan bekerja sama dengan Universitas Terbuka Jakarta,
berusaha membuat buku bahan ajar, dengan harapan ada keseragaman buku pegangan
baik untuk pengajar maupun peserta diklat di semua institusi diklat kepelautan
se Indonesia. Apabila DPKP membuat soal ujian dengan memperhatikan buku bahan
ajar yang ada, tentunya akan lebih mudah melakukan penilaian kemampuan para
peserta diklat yang sesungguhnya. Para peserta diklat yang berhasil dengan baik
mengikuti diklat tentunya akan lulus dan peserta diklat yang kurang mampu
tentunya tidak lulus.
Namun upaya
menyusun bahan ajar oleh Pusdiklat Laut tidak berjalan sesuai dengan harapan,
sehingga sampai saat ini buku-buku bahan ajar untuk diklat kepelautan se
Indonesia masih belum seragam. Penulis berusaha secara individu untuk menulis
buku-buku pelajaran untuk diklat kepelautan. Pada awalnya buku-buku tersebut
kami gunakan untuk mengajar, tetapi belakangan, tanpa sepengetahuan penulis,
buku-buku itu digandakan dan beredar dimana-mana. Kalau nama penulis tidak
diganti, penulis tidak memasalahkan. Anggap saja amal dapat membantu
teman-teman dalam mendalami ilmu kepelautan. Namun sayangnya nama penulis
diganti dan dihilangkan.
Penulisan buku pelajaran
Pada tahun
2014, penulis mencoba untuk menyusun ulang buku-buku yang dulu pernah ditulis.
Akhirnya sampai akhir tahun 2014, penulis
mampu menyelesaikan 3 (tiga) buah buku pelajaran:
1. KOMPAS
DAN SISTIM KEMUDI
Yang melatarbelakangi
penulisan ini adalah bahwa penulis belum pernah menemukan buku tentang pedoman
kapal yang komprehensif, termasuk bagaimana cara mengoreksi pedoman apabila
kapal sedang berlayar. Mengapa Bottom-Heavy
Controlled Gyro Compass lebih banyak dikembangkan dibandingkan dengan Top-heavy Controlled Gyro Compass? Dikenalkannya
pedoman-pedoman baru dikapal niaga seperti misalnya
Flux Gate Compass, Ring Laser Gyro Compass dan Satellite Compass, belum tersentuh di kelas-kelas yang membahas
tentang pedoman. Dari mana ketentuan itu berasal, juga tidak pernah diungkapkan
di kelas.
2. SISTIM
KOMUNIKASI MARABAHAYA DAN KESELAMATAN MARITIM GLOBAL (GMDSS)
Sejak
diberlakukannya konsep GMDSS, telah banyak perobahan-perobahan yang terjadi.
Misalnya: tidak diberlakukannya Inmarsat-A, penambahan NAVAREA, pemberian
identitas untuk personal DSC, pemberlakuan IAMSAR Manual yang menggantikan
MERSAR Manual, dan lain-lain. Penulis memiliki pengalaman sebagai Wakil Ketua siding
sub Komite Radio Communication and Search and Rescue di IMO di tahun 2010 –
2011. Termasuk rencana bergabungnya penyedia satelit IRIDIUM dalam layanan
GMDSS. Pengalaman mengikuti siding di IMO dan IMSO menjadi dorongan kuat pada
penulis untuk menulis buku GMDSS.
3. SISTIM
NAVIGASI ELEKTRONIKA
Sistim Navigasi
Elektronika adalah salah satu pelajaran yang mungkin tidak disenangi oleh para
peserta diklat kepelautan (mungkin juga oleh para pengajarnya). Selain itu,
sejak beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa peralatan navigasi elektronika
yang disyaratkan oleh IMO yang dituangkan kedalam konvensi SOLAS 1974 (yang
sudah di amandemen). Kurikulum dan silabus sulit untuk mengikuti perkembangan
teknologi peralatan navigasi ini karena hampir setiap tahun berobah. Peralatan
lama yang sudah tidak disyaratkan di SOLAS misalnya Decca, Loran dan RDF masih
diujikan, tetapi peralatan modern seperti VDR, LRIT dan BNWAS tidak diajarkan.
AIS, yang tidak masuk kedalam kurikulum sering diujikan di ujian kompetensi.
PRS, hanya diketahui oleh mereka yang belajar tentang Dynamical Position System. Oleh karena itu, penulis berupaya
memasukkan materi-materi baru tersebut ke dalam buku bahan ajar.
Penutup
Penulis
menyadari bahwa buku-buku yang penulis selesaikan tersebut juga belum sempurn. Oleh
karena itu, penulis berharap agar teman-teman pengajar yang lain dari berbagai
institusi diklat kepelautan bersedia membantu menyempurnakan, dan bersama-sama
menulis buku yang dapat digunakan disemua institusi diklat kepelautan secara
seragam. Bagi pembaca yang berminat pada buku tersebut dapat menghubungi
penulis di 081315353556 atau email: hadispri06@gmail.com