Friday 11 December 2015

Terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan IMO dan Tema Hari Maritim Sedunia tahun 2016


Menhub Ign. Jonan di Sidang Assembly ke 29 Tahun 2015
Pendahuluan
 
Setiap 2 tahun sekali pada tahun ganjil International Maritime Organization (IMO) selalu melaksanakan sidang majelis (assembly meeting).   Sidang Majelis adalah badan tertinggi pengambilan keputusan di IMO. Terdapat tiga kegiatan besar yang berlangsung pada saat sidang Assembly ini yaitu:
1.     Pencalonan kembali negara-negara anggota menjadi anggota Dewan IMO (IMO Council Member) untuk periode 2 tahun ke depan;
2.     Pengesahan tema Hari Maritim Sedunia untuk tahun yang akan datang dari hasil sidang Dewan; dan
3.     Penetapan Resolusi2 baru berkaitan dengan perobahan peraturan (amendment) dan pengesahan beberapa ketentuan atau peraturan baru hasil sidang sebelumnya (adoption) yang sudah disetujui oleh sidang Dewan.
Pada sidang Assembly ke 29 yang dilaksanakan dari tanggal 23 – 27 November tersebut Indonesia terpilih kembali sebagai anggota Dewan IMO pada kategori “c” untuk periode tahun 2016 – 2017. Tentang anggota Dewan kategori “c”, lihat artikel saya: ”Dampak dan Antisipasi Indonesia Terhadap Perobahan STCW 1978” atau lihat di: http://www.imo.org/en/About/Pages/Structure.aspx#2. Pada kesempatan yang sama, sidang telah mengesahkan tema hari maritim sedunia  (World Maritime Day – WMD) tahun 2016 yaitu “  "Shipping: indispensable to the world”.
Sidang juga telah mengesahkan perobahan-perobahan (amendment) beberapa Konvensi dan Code hasil pembahasan sidang-sidang Komite yang telah mendapat persetujuan Dewan.

 Terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan

Penulis dan Wamenhub di sidang Dewan ke 101 tahun 2009
Sejak tahun 1983, Indonesia selalu terpilih menjadi anggota Dewan IMO. Ini menunjukkan kepercayaan dari negara-negara anggota IMO yang lain terhadap Indonesia. Walaupun Indonesia turun ke peringkat IX (Sembilan), dimana sebelumnya pernah menduduki peringkat II (Kedua), belum tentu berarti bahwa kepercayaan negara anggota IMO menurun. Boleh jadi upaya lobi yang dilakukan oleh negara lain lebih intensif disbanding dengan Indonesia. Menurut saya, yang penting adalah bahwa Indonesia masih menjadi anggota Dewan. Hal ini penting karena sebagai anggota Dewan, Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi dalam banyak hal, dan ikut menentukan langkah2 organisasi, termasuk menetapkan budget.
Saya pernah menyaksikan siaran di IDX TV dan membaca tulisan di laman SEKAB RI tanggal 28 November 2015 (http://setkab.go.id/sidang-di-london-23-27-november-indonesia-terpilih-kembali-sebagai-anggota-imo-kategori-c/), bahwa Indonesia tahun 2017 merencanakan akan mencalonkan kembali pada kategori “b”. Kalau itu dilakukan, menurut saya itu adalah merupakan langkah “bunuh diri”, karena kemungkinan dapat terpilih di kategori “b”, tidak lebih dari 10%. Artinya, Indonesia harus siap tidak menjadi anggota Dewan. Resikonya, hak-hak yang selama ini dimiliki Indonesia dalam organisasi akan hilang. Indonesia akan menjadi “penonton” murni pada sidang-sidang Dewan (sebagai pengamat atau observer). Bukan saya pesimis, tetapi pendapat saya tersebut berdasarkan kenyataan yang pernah terjadi sebelumnya. Yaitu sesuai dengan pengalaman saya selama menjadi Atase Perhubungan KBRI London dari tahun 2007 sampai 2011, yang juga sebagai Wakil Perutusan Tetap Indonesia di IMO. Sudah banyak contohnya. Contoh yang saya ingat adalah Belgia dan Liberia. Belgia yang sudah anggota Dewan pada kategori “c” pada tahun 2007 tidak terpilih (gagal) karena mencalonkan pada kategori “b” (padahal faktanya Belgia jauh lebih memenuhi kriteria dibandingkan Bangladesh). Liberia yang juga sebelumnya anggota Dewan pada kategori “c”, pada tahun 2009 mencalonkan kembali pada kategori “a” karena menurut kalkulasi jumlah kapal, Liberia menduduki urutan ke 2 dunia setelah Panama. Namun Liberia gagal terpilih menjadi anggota Dewan. Untuk masuk menjadi anggota Dewan juga tidak mudah. Australia, pada tahun 2005 dan 2007 gagal mencalonkan di kategori “c” dan baru terpilih pada tahun 2009 setelah meminta Selandia Baru mundur dari pencalonan kembali.
Pendapat bahwa anggota Dewan pada kategori “b” lebih tinggi dari kategori “c” adalah tidak benar atau pendapat yang menyesatkan. Faktanya adalah, semua kategori memiliki hak dan kewajiban yang sama pada sidang Dewan dan di luar sidang. Termasuk posisi tawar dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Contohnya Singapura, walaupun sudah berkali-kali menempati peringkat I pada pemilihan anggota Dewan pada kategori "c", dan negara itu lebih dari pantas untuk mencalonkan pada kategori “b” (misalnya dibandingkan Bangladesh, India atau Argentina), tetapi tidak mereka lakukan karena mereka sudah memikirkan resiko terberatnya. Lebih baik ‘secure’ sebagai anggota Dewan dari pada pindah kategori tetapi tidak jelas hasilnya. Yang lebih penting bagi Indonesia adalah meningkatkan perannya pada setiap sidang, baik sidang-sidang Sub-Komite,  sidang-sidang Komite maupun sidang-sidang Dewan, untuk lebih menggali dan mengangkatnya di forum sidang IMO semua yang menjadi kepentingan nasional Republik Indonesia. Tidak hanya kepentingan pemerintah, tetapi juga semua pemegang kepentingan pada industri maritim nasional.

Tema hari maritim sedunia tahun 2016
Tema hari maritim sedunia tahun 2016 telah ditetapkan pada sidang Dewan sebelumnya. Sidang assembly hanya mengesahkan (pada tahun genap dimana tidak ada sidang assembly, hari maritim sedunia ditetapkan dan disahkan pada sidang Dewan). Tema tahun 2016 adalah "Shipping: indispensable to the world”. Tema ini disepakati karena diyakini bahwa transportasi laut sangat diperlukan mengingat bahwa taransportasi laut adalah tulang punggung perekonomian dunia. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, 90% pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain dilakukan melalui transportasi laut. Dengan semangat ini, diharapkan pada tahun 2016 (dan seterusnya), tiap negara anggota IMO dihimbau bekerja keras untuk  meningkatkan industri maritim di negaranya masing-masing untuk mendukung pengembangan transportasi laut yang berkesinambungan (sustainable development), dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan maritim serta pencegahan pencemaran lingkungan laut. Tema ini juga selalu diangkat pada tiap-tiap sidang di IMO khususnya pada tahun 2016 yang akan datang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi kepada setiap anggota delegasi dari berbagai negara anggota IMO yang mengikuti sidang dan delegasi organisasi internasional yang hadir sebagai pengamat.
Menhub Freddy Numberi dan Penulis di Sidang Assembly ke 26 tahun 2009
Hasil sidang assembly sesi ke 29 tahun 2015
Pada sidang assembly sesi yang ke 29 tahun ini tidak banyak menetapkan resolusi yang terkait dengan substansi maritim. Lebih banyak diisi dengan pergantian Sekjen IMO dari Koji Sekimizu (Jepang) kepada Kitack Lim (Korea Selatan) dan agenda administratif organisasi.


Resolusi yang dihasilkan dari sidang assembly sesi ke 29 lalu adalah sebagaimana pada table di bawah ini:
1.      
A.1093(29)
Special recognition for merchant vessels and their crew involved in the rescue of mixed migrants at sea
2.      
A.1094(29)
Appreciation of the Services to the Organization of Mr. Koji Sekimizu
3.      
A.1095(29)
Approval of the Appointment of the Secretary-General
4.      
A.1096(29)
Appointment of the External Auditor
5.      
A.1097(29)
Strategic Plan for the Organization (for the six‑year period 2016 to 2021)
6.      
A.1098(29)
High-level Action Plan of the Organization and priorities for the 2016‑2017 biennium
7.      
A.1099(29)
Application of the Strategic Plan and the High-level Action Plan of the Organization
8.      
A.1100(29)
Results-based Budget for the 2016-2017 biennium
9.      
A.1101(29)
Presentation of accounts and audit reports
10.   
A.1102(29)
Arrears of contributions
11.   
A.1103(29)
Principles to be considered when drafting IMO instruments
12.   
A.1104(29)
Survey Guidelines under the Harmonized System of Survey and Certification (HSSC), 2015
13.   
A.1105(29)
2015 Non-exhaustive list of obligations under instruments relevant to the IMO Instruments Implementation Code
14.   
A.1106(29)
Revised guidelines for the onboard operational use of shipborne automatic identification systems (AIS)
15.   
A.1107(29)
Entry into force and implementation of the 2012 Cape Town Agreement
16.   
A.1108(29)
Amendments to the Recommendations on pilot transfer arrangements (A.1045(27))
17.   
A.1109(29)
Relations with Non-Governmental Organizations

Semoga bermanfaat. Amin

Wednesday 9 September 2015

EDARAN KOMITE KESELAMATAN IMO TENTANG PEDOMAN PENGOPERASIAN ECDIS



Pendahuluan
      Pada pertemuan sesi ke 95 pada tanggal 3 – 12 Juni 2015, Komite Keselamatan Maritim IMO (Komite) telah memutuskan menyetujui pedoman untuk mengoperasikan ECDIS (Electronic Chart Display and Information System) dalam upaya meningkatkan keselamatan pelayaran.
      Komite memahami bahwa ECDIS sudah cukup lama digunakan di kapal-kapal niaga untuk membantu bernavigasi mendampingi peta kertas yang sudah ada sebelumnya. Namun dalam penggunaannya ditemukan banyak bukti bahwa ECDIS di kapal masih banyak yang tidak akurat dalam memberikan informasi kepada para Mualim Jaga. Disamping itu, para Mualim Jaga dan Nakhoda yang mengoperasikan kapal (yang dilengkapi dengan ECDIS) masih banyak yang kurang memahami kinerja ECDIS secara komprehensif, sehingga banyak kecelakaan navigasi di laut disebabkan karena percaya yang berlebihan terhadap informasi yang diberikan oleh ECDIS.

Sekilas tentang ECDIS
      ECDIS adalah sistim navigasi yang berbasis computer, yang mampu menampilkan peta pada layar elektronik. Selain peta elektronik, ECDIS juga menampilkan posisi kapal sendiri dan kapal lain secara otomatis, dapat dilakukan koreksi secara otomatis, dan mampu memberikan alarm secara otomatis bila terdapat bahaya navigasi, dan bila perangkat mengalami kegagalan (kerusakan), yang sesuai dengan ketentuan IMO (Bila tidak sesuai ketentuan IMO dinamakan ECS atau ENC).
Istilah ECDIS pertama kali diperkenalkan pada perobahan SOLAS 1974 amandemen 2002 pada Bab V Peraturan 19 paragraph 2.1.4.
      Resolusi IMO A.817(19) mendefinisikan sebagai berikut: “ECDIS means a navigation information system which, with adequate back up arrangements, can be accepted as complying with the up-to-date chart required by Regulation V/19 and V/27 of the 1974 SOLAS Convention, by displaying selected information from navigation sensors to assist the mariner in route planning and route monitoring, and by displaying additional navigation-relatedinformation if required”.

Edaran IMO nomor MSC.1/Circ.1503 tertanggal 24 Juli 2015
      Komite Keselamatan IMO menyadari bahwa ECDIS adalah peralatan yang kompleks, dari berbagai pabrik dan beraneka ragam baik tampilan dan cara mengoperasikannya. Dari evaluasi yang dilakukan oleh tim IMO, serta laporan dari berbagai sumber, ditemukaan banyak kekurangan yang didapati dalam penggunaan ECDIS sebagai perangkat dalam membantu bernavigasi di lautan. Untuk menghindari adanya ketidaksesuaian kinerja ECDIS dan pengoperasiannya, sebelumnya telah diterbitkan berbagai edaran olah secretariat IMO melalui Edaran Komite Keselamatan (MSC Circular) dan di STCW Code. Namun edaran-edaran sebelumnya saling terpisah dan belum dapat dipahami oleh pihak-pihak yang memerlukan. Oleh karena itu beberapa waktu lalu, Komite memutuskan untuk membuat Edaran yang sifatnya menyeluruh yang merupakan kumpulan dari beberapa edaran sebelumnya. Hasil dari keputusan tersebut adalah dengan dibuatnya edaran nomor MSC.1/Circ.1503 tertanggal 24 Juli 2015 dengan nama “ECDIS – GUIDANCE FOR GOOD PRACTICE”, yang berisi 7 seksi dan 3 lampiran.

Tujuh seksi dalam edaran tersebut yang dinilai penting adalah:

A.    Persyaratan membawa peta sesuai SOLAS (Chart carriage requirement of SOLAS)

B.     Perawatan perangkat lunak ECDIS (Maintenance of ECDIS Software)

C.     Ketidak-sesuaian/keganjilan operasi ECDIS yang teridentifikasi (Operating anomalies identified with ECDIS)

D.    Perbedaan antara RCDS dan ECDIS (Differences between RCDS and ECDIS)

E.     Pelatihan ECDIS (ECDIS training)

F.      Transisi dari navigasi menggunakan peta kertas ke ECDIS (Transitioning from paper charts to ECDIS navigation)

G.    Pedoman pelatihan dan penilaian dalam mengoperasikan simulator ECDIS (Guidance on training and assessment in the operational use of ECDIS).

Tiga lampiran pada edaran tersebut adalah rincian dari apa yang harus diperhatikan sebagaimana ditetapkan pada 7 seksi tersebut diatas. Lampiran tersebut adalah:

Lampiran I: Daftar ketidaksesuaian/keganjilan yang nyata pada pengoperaian dan tampilan ECDIS, berisi tentang daftar tampilan dan pengoperasian ECDIS yang ganjil, misalnya pelampung suar digambarkan ‘tanda tanya’ (?), bebrapa merk ECDIS tidak mampu memperlihatkan tanda peta bahaya di bawah air seperti rintangan (foul) atau kerangka kapal yang tenggelam (submerge wreck), dan sebagainya.

Lampiran II: Perbedaan antara RCDS dan ECDIS, berisi tentang keterbatasan bernavigasi dengan menggunakan peta raster (RNC) disbanding dengan menggunakan peta vector (ENC).

Lampiran III: Pedoman pelatihan dan penilaian dalam mengoperasikan simulator ECDIS, berisi tentang hal-hal yang harus diajarkan dan dilatihkan pada diklat ECDIS dan proporsi waktu latihan yang memadai untuk tiap-tiap individu, serta problema-problema latihan sebagaimana terdapat pada IMO Model Course 1.27.

Dokumen lengkap tentang edaran MSC.1/Circ.1503 dapat di unduh pada: http://www.imo.org/OurWork/Circulars/Pages/Home.aspx

Penutup
Bagi teman-teman yang mengajar diklat ECDIS, yang bertugas memeriksa kapal, yang memiliki kapal yang ada ECDIS nya, maupun teman-teman yang menavigasikan kapal menggunakan ECDIS menurut saya wajib mempelajari secara seksama edaran IMO tersebut agar pengoperasian  ECDIS dapat benar-benar mampu meningkatkan keselamatan pelayaran.
Semoga bermanfaat. Salam pelaut!