Wednesday 17 April 2013

Bridge Navigational Watch Alarm System (BNWAS)

-->
Setiap saya mengajar ECDIS, selalu terbayang dalam pikiran saya…….dengan peralatan yang serba modern, posisi kapal, kecepatan kapal dan keberadaan kapal2 disekitar kapal kita dapat dimonitor dari satu tempat yaitu display ECDIS………….. kemudian, apa yang dikerjakan Mualim Jaga di anjungan pada saat berlayar di laut lepas ya? Apa Mualim Jaga tidak ngantuk? Bahkan tertidur? Apalagi kalau dinas jaga tengah malam (00.00 – 04.00). Namun pemikiran saya tersebut segera sirna setelah saya mengingat ada persyaratan peralatan baru yang harus dipasang di anjungan….yaitu BNWAS.
Apakah BNWAS itu?
BNWAS adalah singkatan dari Bridge Navigational Watch Alarm System, atau sistim alarm dinas-jaga navigasi di anjungan, yaitu peralatan yang dipasang di anjungan, yang secara otomatis akan berbunyi (alarm) apabila Mualim Jaga tertidur, atau terdeteksi tidak melakukan sesuatu terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Mualim Jaga (terdeteksi ada ketidakmampuan secara fisik dari pada Mualim jaga), atau meninggalkan anjungan cukup lama.
BNWAS mulai diperkenalkan melalui amandemen SOLAS 1974 BAB V Peraturan 19, yaitu atas persetujuan anggota IMO pada sidang Maritime Safety Commiittee yang ke 86 (MSC 86) yang dituangkan ke dalam Resolusi MSC nomor 282(86) pada tanggal 5 Juni 2009.
Sesuai dengan ketentuan, BNWAS ini akan secara otomatis aktif apabila kemudi kapal diletakkan pada posisi “auto-pilot” (fungsi kemudi otomatis).
Persyaratan minimum BNWAS sesuai dengan ketentuan International Maritime Organization (IMO) adalah memiliki fungsi satu tahap diam (dormant stage) dan 3 tahap alarm (alarm stage), kecuali pada kapal-kapal penumpang, alarm tahap ke 2 boleh dihilangkan.
Tahapan alarm pada BNWAS standard:
Tahap 1: ketika kemudi dipindahkan pada posisi ‘autopilot’ Mualim Jaga diminta untuk menunjukkan keberadaannya oleh sistim BNWAS setiap 3 – 12 menit yang ditandai oleh lampu cerlang pada sensor peralatan. Yaitu dengan cara melambaikan tangan di depan sesnsor gerakan, atau menekan tombol tertentu pada sistim BNWAS sebagai tanda konfirmasi, atau memberikan tekanan pada bagian badan dari BNWAS.
Tahap 2: apabila konfirmasi keberadaan Mualim jaga tidak diperoleh dalam waktu 15 detik pada Tahap 1, alarm akan berbunyi di ruang anjungan, dan apabila 15 detik berikutnya juga tidak ada konfirasi, alarm di kamar Nakhoda atau Mualim I akan berbunyi. Untuk menghentikan alarm, maka Nakhoda atau Mualim I harus mematikannya dengan tombol yang ada di anjungan. Tidak dapat dilakukan dari kamar.
Tahap 3: Apabila Nakhoda atau Mualim I tidak mematikan alarm dalam waktu tertentu (antara 90 detik sampai 3 menit, tergantung dari ukuran kapal), alarm akan berbunyi di ruang-ruang atau lokasi2 di kapal dimana biasanya selalu ada orang (misalnya salon, ruang rekreasi, dsb).
IMO juga mensyaratkan bahwa BNWAS ini harus juga dapat digunakan untuk fungsi keadaan darurat, dimana orang-orang yang ada di anjungan dapat mengaktifkan alarm pada Tahap 2 dan 3 apabila menghendaki pertolongan dalam keadaan darurat.
Persyaratan secara rinci standar kinerja (performance standards) BNWAS ini dapat dilihat pada Resolusi MSC nomor 128(75)
Jadwal pemberlakuan BNWAS di kapal-kapal sesuai dengan ketentuan SOLAS Bab V Peraturan 19 adalah sebagai berikut:
·      July 2011: kapal barang (cargo ship) baru 150 gt atau lebih;
·      July 2011: semua kapal penumpang tanpa melihat ukurannya;
·      July 2012: kapal barang 3.000 gt atau lebih;
·      July 2013: kapal barang antara 500 dan 3,000 gt;
·      July 2014: semua kapal antara 150 dan 500 gt;


Tuesday 16 April 2013

Voyage Data Recorders


Beberapa waktu yang lalu  saya diminta oleh sebuah Lembaga Bantuan Hukum menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus kecelakaan tubrukan antara 2 buah kapal. Pada kesempatan pertama saya dipertemukan dengan tim pengacara, saya ditunjukkan rekaman kejadian tubrukan antara 2 kapal tersebut.
Secara teoritis saya tidak begitu terkejut dengan kemajuan tehnologi dan penerapan alat2 modern pada kapal-kapal jaman sekarang karena selama empat tahun dari tahun 2007 – 2011, saya selalu mengikuti pembahasan penyusunan peraturan-peraturan tentang peralatan navigasi di sidang-sidang IMO. Terlebih lagi Chairman sidang NAV (Safety of Navigation) pada saat itu adalah Mr. Kees Polderman dari Belanda yang cukup akrab dengan saya.

Namun secara praktek, terus terang saya baru melihat bagaimana canggihnya rekaman dengan menggunakan Voyage Data Recorder (VDR) atas kejadian kecelakaan tersebut. Pengalaman saya mengkaji kejadian tubrukan dari melihat rekaman VDR tersebut saya ceritakan kepada para peserta diklat ANT-II di PIP Semarang. Ternyata masih banyak diantara Pasis (Perwira Siswa) tersebut yang tidak tahu sama sekali tentang VDR. Ada beberapa yang tahu dan sebagian kecil pernah di kapal yang dilengkapi dengan VDR.

Pada kesempatan ini saya ingin berbagi sedikit tentang: “Apa itu VDR.....”

Secara mudah dapat dikatakan bahwa VDR adalah mirip dengan “Black Box” pada pesawat terbang. Namun VDR yang di pasang di kapal2 pada saat ini telah cukup modern, sehingga tidak hanya merekam pembicaraan di anjungan saja, tetapi dapat merekam perjalanan kapal sebelum dan sesudah kejadian, merekam kejadian selama tidak kurang dari 24 jam.

VDR dikapal diletakkan di atas anjungan, sehingga apabila terjadi kecelakaan dan tidak sempat di ambil, maka VDR tersebut dapat secra otomatis terlepas dan terapung. Setelah kejadian kecelakaan, “memory” pada VDR dapat diambil dan dapat di tampilkan kembali gerakan kapal yang merupakan rekaman selama 24 jam.

Persyaratan VDR

Kapal penumpang dan kapal selain kapal penumpang 3000 tonase kotor atau lebih yang dibangun pada/setelah 1 Juli 2002 harus membawa perekam data pelayaran (Voyage Data Recorders - VDRs) untuk membantu dalam investigasi kecelakaan, yang diadopsi pada tahun 2000, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2002.

Berdasarkan peraturan 20 dari SOLAS Bab V tentangVDR, kapal yang diwajibkan membawa VDRs:
1.     Kapal penumpang yang dibangun pada atau setelah 1 Juli 2002;
2.     Kapal penumpang ro-ro yang dibangun sebelum tanggal 1 Juli 2002 tidak lebih dari survei pertama pada atau setelah 1 Juli 2002;
3.     Kapal penumpang selain kapal penumpang ro-ro yang dibangun sebelum 1 Juli 2002 tidak lebih dari 1 Januari 2004, dan
4.     Kapal, selain kapal penumpang, dari 3.000 tonase kotor dan ke atas dibangun pada atau setelah 1 Juli 2002.

VDRs bagi setiap kapal, wajib memenuhi standar kinerja "tidak lebih rendah dari yang diadopsi oleh Organisasi (IMO)".

Persyaratan VDR sebagaimana terdapat pada Resolusi MSC antara lain:
1.     Harus diletakkan di atas anjungan, agar apabila kapal tenggelam, dapat secara otomatis terlepas dari kapal dan terapung di lautan.
2.     Harus dibuat dengan warna yang mencolok sehingga mudah terdeteksi,
3.     Harus mampu merekam informasi secara otomatis sedikitnya 24 jam terakhir dari peralatan navigasi lain seperti GPS, Radar, AIS, Gyro Compass, Speed-log, VHF atau peralatan komunikasi lain di anjungan, Echo Sounders, dan peralatan lain yang dapat memberi informasi tentang pelayaran kapal.

Simplified VDRs 
(VDRs yang disederhanakan)

Sidang Maritime Safety Committee (MSC) pada sesi ke-79 pada bulan Desember 2004 mengadopsi amandemen peraturan 20 dari SOLAS Bab V (Keselamatan Navigasi) tentang Simplified VDR (S-VDR). Perubahan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2006.

S-VDR, diberlakukan pada kapal kargo 3.000 gt atau lebih (jadwal pemberlakuannya dibedakan antara kapal kargo 3.000 gt keatas dan 20.000 gt ke atas)

Persyaratan S-VDR tidak sesulit VDR, yaitu tidak diperlukan untuk menyimpan data secara rinci sebagaimana disyaratkan VDR yang standar, namun demikian tetap harus mampu menyimpan rekaman secara aman, informasi mengenai posisi, gerakan kapal, status fisik, perintah2 nakhoda dan kontrol dari kapal selama periode menjelang dan setelah insiden.

Tahapan pemberlakuan S.VDR untuk kapal kargo diatur sebagai berikut:
·      untuk kapal kargo 20.000 tonase kotor atau lebih yang dibangun sebelum 1 Juli 2002, pada dock pertama yang dijadwalkan setelah 1 Juli 2006, namun tidak lebih dari 1 Juli 2009;
·      untuk kapal kargo dari 3.000 tonase kotor atau lebih tetapi kurang dari 20.000 tonase kotor dibangun sebelum 1 Juli 2002, pada dock pertama yang dijadwalkan setelah 1 Juli 2007, tetapi tidak lebih dari 1 Juli 2010; dan
·      Pemerintah dapat membebaskan kapal kargo dari penerapan pemasangan S.VDR apabila kapal tersebut akan di scrap secara permanen dalam waktu dua tahun setelah tanggal pelaksanaan yang ditentukan.