Bahwa P2TL 1972 telah mengalami
penambahan yaitu Bagian F yang terdapat 3 (tiga) aturan didalamnya, sehingga
P2TL 1972 menjadi 6 Bagian (Bagian A sampai F) dan 41 Aturan. Hal ini sesuai
dengan Resolusi IMO nomor A.1085 (28) yang diadopsi tanggal 4 Desember 2013,
dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2016. Dengan perobahan tersebut
maka terdapat materi belajar P2TL 1972 pelaut bagian dek menjadi bertambah.
Sedangkan yang sudah ada sejak 1972 pun masih banyak yang belum difahami dalam
penerapannya.
Tulisan ini boleh jadi
merupakan kelanjutan dua tulisan saya sebelumnya tentang P2TL, dan tidak
bermaksud mengganti pembelajaran “P2TL dan Dinas Jaga”, tetapi merupakan tambahan
bagi para Taruna Diklat Maritim program studi Nautika dan mungkin juga berguna
bagi para Mualim Pelayaran Niaga yang masih merasa ragu dan kesulitan dalam
memahami Colreg 1972 (International
Convention on Regulation for Preventing Collisssion at Sea 1972) yang di
Indonesia sering dikenal dengan P2TL 1972 (Peraturan Internasional Pencegah
Tubrukan di Laut 1972).
Indikasi kuat
kurangnya pemahaman terhadap P2TL 1972
Penulis sangat prihatin bahwa
banyak para Taruna yang kembali dari praktek berlayar dan bahkan para perwira
bagian dek yang sudah lama menjadi Mualim maupun Nakhoda, banyak yang tidak
memahami ketentuan-ketentuan yang ada dalam P2TL 1972 dan aplikasinya terhadap
tugas jaga navigasi. Bahkan ada indikasi, beberapa Syahbandar tidak memahami
P2TL 1972.
Pertanyaan-pertanyaan (sederhana)
yang sering saya tanyakan kepada Taruna yang kembali dari praktek berlayar dan
pada waktu menguji lisan Dinas Jaga antara lain:
1. Apa
yang anda lakukan di anjungan pada waktu jaga navigasi (kapal sedang berlayar) melihat
adanya kapal (kapal-kapal) yang mendekat?
Dari pertanyaan di atas, saya
sering mendapat jawaban: “kita panggil
kapal yang mendekat itu dengan radio VHF”.
Bahwa di dalam
P2TL 1972 tidak ada satupun aturan yang bunyinya demikian. Dugaan saya,
hal ini disebabkan oleh adanya AIS (Automatic
Identification System) yang mulai dibelakukan beberapa tahun sebelumnya,
sehingga sebuah kapal mampu mengetahui nama kapal-kapal yang berada
disekeliling kapal sendiri. Ada juga yang menjawab: ‘menghindar pak!’. Lha kalau setiap ketemu kapal… menghindar,
kapalnya bisa berputar-putar di tempat tidak sampai tujuan?!
Bagi mereka yang
belajar P2TL 1972 secara benar, tentunya langsung berpikiran bahwa kapal-kapal
yang mendekat itu mungkin ada resiko tubrukan, atau tidak ada resiko tubrukan
dengan kapal sendiri. Dengan demikian, ia harusnya mengingat aturan 7 (Resiko
tubrukan). Khususnya ayat (d) (i) dan (ii). Kemudian perlu atau tidaknya
menerapkan aturan 13, 14 atau 15 atau aturan 12 bila ada kapal layar yang
mendekat atau menerapkan aturan 18.
2. Menurut
P2TL 1972, apakah yang dimaksud dengan istilah “berlayar” (underway)?
Dari pertanyaan di atas,
jawaban yang sering saya terima adalah definisi dari ‘Navigasi’ (melayarkan
kapal dari satu tempat ke tempat lain…dst.). Ada yang lucu juga pada waktu saya
gunakan untuk pre-test bagi Taruna Semester I yang belum satu bulan menjadi
Taruna, bahwa ‘berlayar’ maksudnya adalah….. mencari uang di kapal sebagai
pelaut?!
Dengan jelas
bahwa pada Aturan 3 ayat i) P2TL 1972 berbunyi: Kata “berlayar” berarti kapal
tersebut tidak sedang berlabuh jangkar, atau terikat pada daratan, atau
kandas (The word “underway” means that a vessel is not at anchor, or made fast to the
shore, or aground). Yang pernah belajar P2TL 1972 secara komprehensif pasti
tidak akan pernah lupa dengan definisi yang semudah dan sesingkat itu.
3. Pada
waktu kapal berlabuh jangkar, apakah aturan 5 P2TL 1972 (Pengamatan Keliling / Look Out) masih diberlakukan?
Atas
pertanyaan tersebut, banyak yang menjawab: aturan
5 P2TL 1972 masih tetap diberlakukan
walaupun kapal sedang berlabuh jangkar.
Harus kita ingat bahwa aturan 5 berada di Bagian B Seksi I.
Bagian B P2TL 1972 berjudul “Aturan-aturan
mengemudikan dan melayarkan – kapal” (Steering
and sailing rules). Kapal-kapal yang dikemudikan dan dilayarkan, tentunya adalah
kapal-kapal yang sedang berlayar. Sedangkan menurut Aturan 3.i, istilah
‘berlayar’ berarti ‘tidak berlabuh jangkar, atau tidak diikat di daratan, atau tidak
kandas’.
Namun demikian, pada waktu kapal berlabuh jangkar masih ada
kewajiban melakukan pengamatan keliling. Hal ini diatur secara rinci pada Bab
VIII STCW 1978 Seksi A-VIII/2 Bagian 4-1 paragrap 51. (Watchkeeping – vessels at anchor)
4. Apabila
kapal berlabuh jangkar sedangkan mesin induk rusak (kondisi extrimnya, mesin
induk sedang dibongkar); pada malam hari, penerangan apa yang harus dipasang
(dinyalakan)? Kalau siang hari, sosok benda apa yang harus dipasang?
Atas pertanyaan tersebut,
sering saya mendapat jawaban: memasang
penerangan berlabuh jangkar (dua penerangan keliling warna putih yang satu di
dekat haluan dan yang satunya lagi di dekat buritan) dan dua penerangan
keliling warna merah bersusun tegak. Pada siang hari memasang tiga bola warna
hitam bersusun tegak.
Jawaban tersebut
di atas adalah penerangan dan sosok benda untuk kapal kandas (Aturan 30.d). Padahal,
penerangan dan sosok benda untuk kapal yang sedang berlabuh jangkar diatur pada
Aturan 30 a dan b.
Aturan 1.c P2TL
1972 mensyaratkan bahwa aturan-aturan yang dibuat oleh tiap negara maupun
penguasa pelabuhan tidak boleh
terkelirukan dengan aturan-aturan lain manapun dalam P2TL 1972. Seharusnya,
kapal yang sedang berlabuh jangkar dan mesin induk rusak, cukup memenuhi
ketentuan aturan 30.a (dua penerangan keliling warna putih yang satu di dekat
haluan dan yang satunya lagi di dekat buritan) atau 30.b saja. Karena pada
dasarnya, kapal yang sedang berlabuh jangkar walaupun mesin induk tidak rusak,
tentunya juga tidak dioperasikan (finish
with engine). Artinya, sama saja rusak atau tidak, ia tidak mampu
menghindari lintasan kapal lain.
Empat pertanyaan di atas
menurut saya adalah pertanyaan-pertanyaan dasar. Kalau tidak dapat menjawab 4
pertanyaan tersebut, apakah ia nantinya mampu menerapkan aturan lalu lintas di
laut dengan benar? Apakah mereka akan menjadi Mualim Jaga yang baik?
Terutama pertanyaan nomor satu. Bagaimana
seorang Mualim Jaga tidak tahu apa yang dilakukan bila ada kapal yang mendekat?
Padahal pada Aturan 7 P2TL 1972 dituliskan dengan jelas bahwa bila ada
kapal-kapal yang mendekat harus melakukan tindakan menentukan ada atau tidaknya
resiko tubrukan dengan kapal lain.
Satu hal lagi yang sering saya
dapati adalah, setiap saya lukiskan sketsa 2 kapal yang haluannya menyilang,
intepretasinya selalu aturan 15. Perlu diingat bahwa aturan 15 dapat
diberlakukan apabila memenuhi 5 syarat, yaitu:
1.
Dua
kapal tenaga yang sedang berlayar. Bila lebih dari 2 (dua) kapal berarti aturan
15 gugur. Bila yang satu kandas/berlabuh jangkar aturan 15 juga gugur, karena aturan
15 berada di Bagian B: Aturan2 mengemudikan dan melayarkan
2.
Kedua
kapal saling melihat. Karena aturan 15 berada dalam Bagian B Seksi II (Saling
melihat). Begitu juga aturan 12 sampai 18.
3.
Haluan
kedua kapal menyilang dan yang satu tidak berada pada sector penyusulan.
4.
Kedua
kapal saling mendekat atau jaraknya mengecil, dan
5.
Ada
resiko tubrukan.
Begitu juga apabila akan
menerapkan aturan-aturan 13 dan 14, syarat2 1, 2, 4 dan 5 harus terpenuhi.
Maka pada tulisan ini saya
berusaha memberikan tip mempelajari P2TL 1972 secara lebih sistimatis,
mudah-mudahan dapat berguna.
Beberapa tip
belajar P2TL 1972 sescara sistimatis:
1
Tuliskan
sistimatika P2TL 1972, kemudian fahami pengelompokan tiap-tiap Bagian (Part) dan Seksi-seksinya (Section). Gunanya, kita akan memahami di
bagian mana dan seksi berapa aturan-aturan yang dimaksud berada. Hal ini untuk
menghindari salah penerapan. Contoh: pemasangan 2 penerangan keliling warna
merah bersusun tegak untuk menunjukkan
bahwa kapal tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat diolah-gerakkan. Ini
digunakan hanya untuk kapal yang sedang berlayar. Kalau diterapkan pada kapal
yang berlabuh jangkar, maka menjadi kapal kandas.
2
Setelah
memahami sistimatika P2TL 1972, ada baiknya mulai menghafal judul Bagian-bagian
dan Seksi-seksi. Contoh: Bagian B: Aturan-aturan mengemudikan dan melayarkan (Steering and sailing rules), yaitu dari
aturan 4 – 19 adalah hanya untuk kapal-kapal yang sedang berlayar. Berarti
bukan untuk kapal-kapal yang berlabuh jangkar, diikat di daratan maupun kapal
kandas.
3
Mulai
belajar aturan per aturan, sebaiknya diawali dengan menghafal tiap-tiap aturan
(lebih baik yang berbahasa Inggris). Bagi para taruna yang masih muda-muda
sebenarnya menghafal tiap-tiap aturan adalah bukan suatu yang sulit. Belajar
memahami intepretasi tiap-tiap aturan adalah tujuan akhir dari menghafal
tiap-tiap aturan.
4
Setelah
melakukan langkah-langkah nomor 1 – 3, lakukan lah diskusi kelompok. Lakukan
tanya jawab yang digali dari masalah-masalah yang pernah terjadi atau mungkin
akan terjadi di kapal.
Penutup
Demikian tulisan saya di atas,
mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dipraktekkan. Bila ada yang salah mohon
koreksi dan bagi yang menghendaki diskusi bisa menghubungi saya di 0813 1535 3556
atau 0878 8905 0579 (Telp / SMS / WA)
Bersama Mr. Koji Sekimizu - Japan (Sekjen IMO 2012 - 2015) dan Mr. Jeffry Lantz - USA (Chairman sidang Council) |
Mantull capt.. Terimakasih untuk blog nya
ReplyDelete