Pendahuluan
Pada tanggal 3
Agustus 2012 yang lalu, Sekjen IMO Mr. Koji Sekimizu secara simbolis telah menyerahkan
Sistim IT untuk proyek Marine Electronic
Highway (MEH) kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Dirjen
Perhubungan Laut bapak Leon Muhammad. Serah terima tersebut berlangsung di
kantor MEH (Project Management Office)
di Batam. Adalah merupakan kebanggaan bahwa pada proyek MEH ini IMO memberi
kepaercayaan kepada pemerintah Indonesia. Namun dengan menerima sistim IT
tersebut berarti pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk
mengoperasikan, merawat, dan memperbaiki apabila ada kerusakan dalam
pengoperasiannya. Tentunya memerlukan financial-budgeting
yang tidak sedikit untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Pemilihan tempat
dan lokasi kantor untuk proyek MEH ini di Batam tentunya telah merupakan hasil
kesepakatan antara 3 negara pesisir (littoral
state) dimana Selat Malaka dan Selat Singapura berada yaitu Indonesia,
Malaysia dan Singapura. Ini adalah bentuk kepedulian Negara Indonesia terhadap
upaya peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritime di Selat Malaka dan Singapura. Dan ini adalah merupakan
kebanggaan serta kehormatan bagi pemerintah Indonesia yang dipercaya oleh IMO
untuk mengoperasikan sistim IT untuk proyek MEH ini.
Latar belakang
Sejak tahun 1990an,
penggunaan computer untuk navigasi di kapal-kapal niaga menunjukkan tren yang
meningkat secara pasti, terutama setelah dikenalkannya peta elektronik dengan
standard S-57 dari organisasi hydrographic internasional IHO, dan ditrimanya
sistim ECDIS di sidang Maritime Safety
Committee di IMO, yang kemudian
disambut dengan serta merta oleh perusahaan pelayaran dengan melengkapi
kapal-kapalnya dengan peralatan-peralatan elektronika.
Selat Malaka dan
Selat Singapore, adalah merupakan selat yang menghubungkan antara Negara-negara
eropa dan Negara-negara teluk persi dengan Negara-negara di Asia Timur dan Asia
Timur Jauh. Semua Negara yang berdiskusi di sidang-sidang IMO menyadari bahwa
Selat Malaka dan Selat Singapura semakin lama semakin ramai dan padat dilalui
oleh kapal2, mulai dari kapal-kapal domestic yang memiliki ukuran kecil sampai
dengan kapal super-tanker (Ultra Large
Crude Carrier-ULCC). Sebelum proyek MEH ini ada, di Selat Malaka dan
Singapura telah tersedia fasilitas di pelabuhan untuk memonitor lintasan kapal2
yang melintasi kedua selat tersebut baik hanya melintasi maupun singgah di
pelabuhan2 Indonesia, Malaysia dan Singapura. Namun fasilitas yang ada tersebut
masih diadakan dan dilaksanakan oleh masing2 negara pantai (Indonesia, Malaysia
dan Singapura) secara individu.
Pada waktu itu Mr.
Koji Sekimizu masih menjabat sebagai Direktur Marine Environmental Division
memiliki gagasan untuk membuat proyek di kedua selat tersebut sebagai
pilot-project dalam upaya menjaga selat terhadap bahaya pencemaran lingkungan
maritime. Selanjutnya proyek tersebut juga telah dikembangkan untuk
meningkatkan keselamatan pelayaran di perairan tersebut.
Dibawah ini adalah
contoh fasilitas yang telah ada di selat Malaka dan Singapore, dalam menunjang
keselamatan pelayaran dan manajemen perlindungan lingkungan maritime, sebagai
titik tolak dalam pengembangan proyek
MEH
Facility and Information
Technology
|
Coverage in the Straits
|
|||
Indonesia
|
Malaysia
|
Singapore
|
Straits-wide
|
|
VTS |
√
|
√
|
√
|
|
Radar System |
√
|
√
|
√
|
|
ENCs |
√
|
√
|
√
|
|
DGPS Broadcast Service |
√
|
√
|
||
STRAITREP |
√
|
√
|
√
|
√
|
Ship Routeing System |
√
|
√
|
√
|
√
|
GMDSS |
√
|
√
|
√
|
√
|
GIS-based Environmental Database |
√
|
√
|
√
|
√
|
Pollution Dispersion Model |
√
|
|||
Oil Spill Trajectory Model |
√
|
√
|
√
|
√
|
Maksud dan tujuan
dilaksanakannya proyek MEH adalah:
1. Upaya meningkatkan keselamatan pelayaran di
selat Malaka dan Singapura yang makin lama makin ramai dengan kapal-kapal laut.
2. Menjaga kelestarian lingkungan maritime di
selat, yaitu meningkatkan Oil-spill response dengan menggunakan manajemen yang
lebih canggih dan terpadu diantara 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia,
Singapura).
3.
Memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersedianya
fasilitas navigasi secara digital.
Rancangan proyek MEH
Dalam melaksanakan
proyek MEH, terdapat 5 komponen untuk melaksanakan yang dinamakan Demonstration
Project yaitu:
1. Komponen 1: MEH System Design, Coordination and Operation;
2. Komponen 2: MEH System Development;
3. Komponen 3: Ship-board equipment and communications;
4. Komponen 4: Marine Environment Protection; dan
5. Komponen 5: Information Dissemination, Evaluation and Scale-Up Plan.
Dalam melaksanakan 5 komponen tersebut diatas, diperkirakan akan memerlukan beaya sebesar US$.17,85 triliun, dimana US$.8,3 triliun di danai oleh Global Environment Facility (melalui World Bank), US$.6,0 triliun dibeayai oleh para pemilik kapal, US$.2,7 triliun dibebankan kepada 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dan US$.0,85 triliun sumbangan dari Korea Selatan (Ministry of Land, Transport and Maritime Affairs). Indonesia mendapat tugas untuk mengerjakan bagian dari komponen 2 yaitu mengadakan fasilitas untuk pengukuran pasang surut dan arus pasang surut (Tide and Current Facilities)
Pelaksanaan Demonstration Project
tahap Pertama
Pada waktu penulis
bertugas di London sebagai Atase Perhubungan, sering terlibat diskusi informal
dengan Mr. Miguel Palomares yang saat itu menggantikan Mr. Koji sebagai
Direktur Marine Environmental Division. Dalam diskusi informal tersebut Mr.
Palomares sering mengeluh tentang terhentinya proyek MEH tersebut.
Dari yang penulis
ketahui, ternyata pada tahun 2008 tersebut proyek MEH telah terhenti
kegiatannya selama lebih dari 3 tahun, sehingga terjadi pembengkakan beaya pelaksanaan
apabila dilanjutkan. Dana untuk melaksanakan proyek MEH ini telah dikucurkan
oleh World Bank untuk kepentingan perlindungan lingkungan maritime. Dalam
pertemuan2 yang dilakukan oleh 3 negara pesisir (Indonesia, Malaysia dan
Singapura) yang dikenal dengan TTEG (Tripartite Technical Expert Group) dan
difasilitasi oleh IMO, telah disepakati Indonesia sebagai focal-point proyek
MEH tersebut. Oleh karena terkait dengan issue lingkungan hidup, maka tanggung
jawab diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia.
Sebagai Atase
Perhubungan, saya mencoba untuk menjembatani antara para pejabat di IMO dengan
berbagai pihak di Indonesia agar proyek tersebut dapat berjalan kembali sesuai
dengan yang direncanakan. Hampir setiap kesempatan, baik ada ataupun tidak ada
sidang di IMO, saya selalu berkomunikasi dengan Mr. Palomares, James Po, dan
beberapa staf IMO yang lain, dan hasil komunikasi tersebut kami tuangkan dalam
sebuah laporan tertulis berupa berita fax (brafax) yang ditanda tangani oleh
Dubes RI. Disamping itu, saya selalu melakukan korespondensi dengan para
pejabat Indonesia terkait.
Untuk Demonstration Project yang pertama,
perlu dilakukan pemetaan secara elektronik di sepanjang selat Malaka dan
Singapura. Pihak-pihak yang terkait di Indonesia antara lain: Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut sebagai Administration IMO, Kementerian Lingkungan
Hidup sebagai fokal point dan sekaligus sebagai penerima dana, dan Dinas
Hidrografi dan Oceanografi AL sebagai institusi yang berwenang untuk memetakan
wilayah laut Indonesia.
Akhirnya pada awal
tahun 2010 proyek tersebut dapat berjalan lagi dengan melakukan Demonstration
Project tahap Pertama, yang kemudian hasilnya merupakan serah terima dari
Sekjen IMO Mr. Koji Sekimizu kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh
Dirjen Hubla Bapak Leon Muhammad pada tanggal 3 Agustus 2012 yang lalu.
Semoga kita mampu
mengemban tugas ini, sehingga makin kokoh dukungan negara-negara anggota IMO
yang lain kepada pemerintah Indonesia, khususnya dalam setiap pemilihan anggota
Dewan IMO, yang diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, dan semoga proyek ini
nantinya dapat selesai secara keseluruhan dalam waktu yang tidak
berlarut-larut, demi meningkatkan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan
Singapura serta menjaga kelestarian lingkungan maritime dari pencemaran.
No comments:
Post a Comment