Komite Keselamatan
Maritim IMO (Maritime Safety Committee - MSC),
pada sidangnya yang ke 81 bulan Mei 2006 telah melakukan penerimaan terhadap
peraturan baru tentang Long Range
Identification and Tracking of Ships, yang kemudian dikenal dengan LRIT, termasuk standard kinerja dan
persyaratan rinci tentang sistim yang digunakan.
Sekilas tentang
sistim LRIT
Sistim LRIT terdiri
dari:
1.
Pesawat pemancar di kapal,
2.
Penyedia layanan komunikasi (Communication Service Provider – CSP),
3.
Penyedia layanan penggunaan (Application Service Provider – ASP),
4.
Pusat data LRIT (LRIT Data Centre – DC), termasuk
sistim monitor kapal-kapal (Vessel
Monitoring System - VMS),
5.
rencana distribusi data LRIT (LRIT Data Distribution Plan – DDP)
dan
6.
Pertukaran Data Internasional (International LRIT Data Exchange – IDE).
Agar sistim LRIT
dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kesepakatan Negara-negara
penanda-tangan SOLAS, maka IMO menunjuk IMSO (International Mobile Satellite
Organization) sebagai coordinator LRIT atas nama Negara penanda tangan SOLAS,
mengingat sistim ini secara periodic harus dilakukan kajian ulang dan audit.
Dengan sistim LRIT ini,
maka informasi tentang kapal dapat diberikan oleh pemerintah dari negara-negara
yang menggunakan layanan LRIT ini (Contracting
Governments) dan pemberian layanan SAR kepada pihak yang berhak menerima
layanan tersebut, atas permintaan melalui DC dengan menggunakan IDE, bila
diperlukan. Informasi yang dapat diperoleh dari layanan LRIT ini adalah sama
dengan informasi pada sistim AIS. Dikembangkannya sistim LRIT ini karena
setelah disetujuinya sistim AIS, beberapa Negara anggota IMO memandang perlu
perolehan informasi tentang kapal-kapal yang masuk wilayah perairannya, baik
untuk kepentingan keselamatan dan keamanan pelayaran, maupun untuk perlindungan
lingkungan maritime untuk jangkauan yang lebih jauh, mengingat AIS menggunakan frekuensi radio VHF, sehingga
jangkauannya hanya maksimum 35 mil laut dari stasion pengawas di darat maupun
antar kapal. Sedangkan LRIT menggunakan frekuensi satelit, dan menggunakan
layanan satelit INMARSAT-C atau mini-C, sehingga jangkauannya menjadi global
(kecuali diatas lintang 75o Utara/Selatan).
Pembahasan tentang
LRIT sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2002, yaitu pada saat dilaksanakan
konferensi SOLAS yang membahas tentang upaya meningkatkan keamanan maritim.
Namun karena permasalahannya yang sangat kompleks dan diperkirakan tidak akan dapat
dilaksanakan/dioperasikan pada tanggal 1 Desember 2004, maka pembahasan tentang
LRIT ditunda dan dibahas secara khusus melalui sidang-sidang sub komite NAV (Safety of Navigation). Pada awal
pembahasan, beberapa Negara seperti China, Iran dan Indonesia serta beberapa
Negara lain sempat menyampaikan penolakan, dengan pemahaman saat itu, bahwa
sistim LRIT akan dapat mengganggu kedaulatan sebuah Negara.
Dalam sistim LRIT, setiap
Negara boleh memilih satu dari beberapa
bentuk DC dibawah ini:
1.
National Data
Centre (NDC), yaitu DC yang diselenggarakan oleh satu Negara saja, dan data
kapal yang terdapat pada DC tersebut hanya kapal2 yang mengibarkan bendera
Negara tersebut. Indonesia menggunakan jenis DC ini;
2.
Regional Data
Centre (RDC), yaitu DC yang diselenggarakan oleh beberapa Negara di suatu
wilayah tertentu. Uni Eropa menggunakan DC jenis ini;
3.
Co-operative Data
Centre (CDC) yaitu DC yang diselenggarakan oleh beberapa Negara, tidak
peduli Negara-negara tersebut saling berdekatan di suatu wilayah atau tidak;
4.
International
Data Centre (IDC) adalah DC yang diselenggarakan oleh semua Negara. IDC ini
hanya secara teoritis saja, karena kenyataannya tidak ada.
Kewajiban bagi
Negara-negara untuk melaksanakan LRIT dan kapal-kapal wajib dilengkapi dengan
LRIT ini terdapat pada peraturan V/19-1 Konvensi SOLAS 1974. Sedangkan standard
kinerja dan ketentuan lebih rinci tentang operasional LRIT (performance
standard and functional requirements) dituangkan dalam resolusi MSC.210(81).
Pemberlakuan awal LRIT adalah pada tanggal 1 Januari
2008. Namun sampai dengan 1 Januari 2009 masih banyak Negara yang belum dapat
melaksanakan secara penuh.
Sebuah negara, dalam melaksanakan ketentuan tentang
LRIT ini harus menyediakan DC dan mendata kapal-kapal yang mengibarkan
benderanya. Data tersebut harus selalu mutakhir. Bagi suatu DC, agar dapat
masuk kedalam sistim, harus melalui suatu proses yang cukup memakan waktu
(audit), dan setiap tahun setiap DC harus membayar beaya operasional yang cukup
besar. Hal ini merupakan kendala bagi banyak Negara, khususnya Negara yang
menggunakan NDC karena Negara tersebut harus menanggung beaya sendiri dalam
mengelola DC nya.
Dibawah ini adalah bagan contoh operasi LRIT:
Dear readers, terima kasih atas 'reaction'nya..salam kompak dari saya
ReplyDeletedear Capt,
Deleteterimakasih atas informasi yang sangat bermanfaat di atas. saya ingin bertanya mengenai LRIT untuk kapal-kapal berbendera Indonesia yang berlayar ke luar negeri, sedangkan Indonesia menggunakan NDC apakah ini berarti LRIT di atas kapal hanya dapat dipantau oleh pemerintah Indonesia saja?
kemudian bagaimanakah cara mengetahui bahwa LRIT di atas kapal berfungsi dengan baik dan masuk ke dalam data pemerintah Indonesia? karena dari pantauan saya di atas kapal selama ini rata-rata officer tidak memahami betul mengenai pengoperasian LRIT.
thanks, regard - rendi f
Terimakasih Capt
ReplyDelete