Tuesday 14 December 2010

Mengenal Instrument Hukum International Maritime Organization (IMO)

Terdiri dari apa sajakah instrument hukum IMO itu?  Instrument hukum IMO bisa berupa:
 1.      Circular, adalah instrument hukum IMO yang dikeluarkan melalui sidang Komite atau oleh Sekretariat IMO setelah menerima informasi tertulis dari suatu negara anggota. Circular ini juga bisa berupa hanya sekedar pengumuman untuk diketahui oleh semua negara anggota, baik informasi dari IMO maupun atas pemberitahuan dari negara anggota IMO yang lain, yang terkait dengan upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan laut. Pemberlakuannya tidak perlu melalui proses ratifiksi dan lain2. Contoh Circular misalnya:
a.       MSC.4/Circ.163 tentang Report on Act of Piracy and Armed robbery Against Ships,
b.      STCW.2/Circ.34 tentang informasi yang diterima dari pemerintah Iran tentang format sertifikat baru yang diterbitkan oleh pemerintah Iran,
c.       MSC-MEPC.7/Circ.7 tentang Guidance On Near-Miss Reporting, dll.
2.      Code, adalah petunjuk teknis atau tata cara bagaimana melaksanakan suatu ketentuan yang terdapat pada suatu Bab (Chapter) dari sebuah konvensi. Penerimaan suatu Code ini sering memerlukan waktu yang cukup panjang karena harus dibahas secara teknis pada sidang2 sub-komite, diterima oleh sidang komite, diterima oleh sidang Council dan di nyatakan melalui hasil sidang Assembly. Contoh Code yang cukup popular yaitu:
a.       ISPS Code, dan
b.      ISM Code,
Code ini secara otomatis beraku bagi negara yang telah meratifikasi konvensi yang terkait (party). Misalnya, Indonesia harus melaksanakan ISPS Code karena Indonesia telah meratifikasi SOLAS (Chapter XI-2)
Di IMO, terdapat Code yang di buat untuk keperluan khusus, misalnya, Code of Practice on Security in Ports (tentang hal2 yang perlu diperhatikan untuk keamanan di pelabuhan2 laut), Djibouti Code of Conduct (tentang represi perompakan di lepas pantai Somalia). Isi Code ini dapat dibaca di website IMO.
3.      Convention (Konvensi), adalah instrument hukum yang tertinggi di IMO. Kalau bagi sebuah negara adalah bagaikan Undang-Undang. Suatu konvensi, pada umumnya di buat atas dasar pengalaman (accidents) yang terjadi sebelumnya, yang setelah melalui kajian mendalam (compelling needs), menurut urgensinya perlu dibuat sebuah konvensi. Di IMO, suatu konvensi, mulai dari ide sampai dengan di terima (adoption) dapat memakan waktu lama. Secara singkat dapat kami uraikan sbb:
a.         Pertama, ide dituangkan melalui sebuah usulan (dari satu atau beberapa negara anggota) untuk dibukanya agenda baru. Apabila ide tersebut tentang keselamatan maritime, maka sidang MSC (Maritime Safety Committee) yang memutuskan dapat atau tidaknya di buat suatu konvensi. Apabila terkait dengan pencemaran lingkungan laut, sidang MEPC (Marine Environment Protection Committee) yang menetapkan. Apabila tentang legal aspect, yang menetapkan sidang Legal Committee.
b.         Apabila sidang Komite menyetujui, maka sidang komite akan menunjuk salah satu atau beberapa sub-komite untuk menyiapkan konsep konvensi yang dimaksud. Pembahasan pada tingkat sub-komite adalah sangat tehnis dan kadang dapat memakan waktu lama (beberapa kali sidang). Pada umumnya sidang suatu sub-komite di IMO hanya satu kali dalam satu tahun. Sehingga apabila suatu konvensi baru dapat disetujui setelah 3 kali pembahasan, berarti sudah 3 tahun. Setelah itu konsep text konvensi dilaporkan ke sidang komite.
c.         Teks konsep (Draft text) konvensi yang telah disetujui oleh sidang komite (MSC atau MEPC), setelah melalui persetujuan dari sidang Legal Committee, di laporkan ke sidang Council. Sidang Council akan memutuskan jadwal dilaksanakannya Diplomatic Conference. Pada sidang Council ini yang memutuskan adalah 40 negara anggota IMO yang masuk dalam anggota Council. Termasuk Indonesia. Negara anggota IMO lain yang bukan anggota Council hanya sebagai pengamat (Observer), jadi tidak ikut menentukan.
d.        Pada sidang Diplomatic Conference, biasanya yang menjadi bahasan bukan masalah tehnis lagi, tetapi beberapa hal yang bersifat umum, misalnya peruntukan pemberlakuan (application) dan waktu pemberlakuan konvensi (come into force). Tujuan dari pada Diplomatic Conference ini adalah untuk penerimaan (adoption) konvensi tersebut.
e.         Setelah “Final Text” dari konvensi tersebut diumumkan, maka proses “signature” dapat dimulai. Masa tenggang ‘signature’ ini umumnya 1 tahun.
f.          Suatu konvensi, mulai dari masa ‘signature’ sampai pemberlakuan (come into force) dapat memakan waktu lama dan bahkan dapat ber-tahun2. Ada juga konvensi yang telah diterima (di adopsi), selama lebih dari 10 tahun belum juga dapat diberlakukan. Contohnya: Torremolenos Protocol – International Convention on Fishing Vessels Safety tahun 1977, 1993 Protocol). Torremolenos Protocol tersebut bukan satu2nya konvensi IMO yang belum diberlakukan saat ini.
Bagaimana dengan Protocol dan Amendments? Secara sederhana, Protocol adalah merupakan kesepakatan baru dari sebuah Convention yang telah ada, sedangkan Amendment adalah merupakan perobahan dari Convention yang ada. Kalau Protocol hanya  terjadi  pada Convention, tetapi Amendment bisa terjadi pada Code dan Circular

Berkaitan dengan amandemen terhadap konvensi, mungkin berbeda dengan organisasi internasional yang lain, IMO menggunakan sistim Tacit Acceptance. Artinya, apabila ada amandemen terhadap suatu konvensi, maka negara yang sudah meratifikasi konvensi tersebut tidak perlu lagi meratifikasi ulang. Apabila tidak cukup negara yang menolak amendment tersebut, maka ketentuan baru tersebut secara otomatis diberlakukan.
Contoh konvensi IMO antara lain: SOLAS, STCW, MARPOL, COLLREG, dll. (selengkapnya dapat dilihat di www.imo.org/).
Demikian yang dapat saya sampaikan, apabila rekan2 pembaca ada yang lebih tahu, mohon tulisan saya tersebut di atas di koreksi dan ditambah...Semoga bermanfaat.

1 comment:

  1. Matur nuwun senior, membantu sekali dalam persiapan makalah.

    ReplyDelete